KATA PENGANTAR
Puji
syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini membahas tentang
“ADAFTASI FISIOLOGI FETUS DARI INTRAUTERINE KE EKSTRAUTERIN” agar mahasiswa dapat
memahaminya.
Penulis
mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Biologi Reproduksi
Kebidanan yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan
kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan pembuatan makalah selanjutnya.
Semoga
makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Akhir
kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa
memberikan kelancaran dan kemudahan bagi kita semua.
Yogyakarta,
November 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bayi baru lahir normal harus
menjalani proses adaptasi dari kehidupan di dalam rahim (intrauterine) ke
kehidupan di luar rahim (ekstrauterin).
Pemahaman terhadap adaptasi
dan fisiologi bayi baru lahir sangat penting sebagai dasar dalam memberikan
asuhan. Perubahan lingkungan dari dalam uterus ke ekstrauterin dipengaruhi oleh
banyak faktor seperti kimiawi, mekanik, dan termik yang menimbulkan perubahan
metabolik, pernapasan dan sirkulasi pada bayi baru lahir normal.
Penatalaksanaan dan mengenali kondisi kesehatan bayi baru lahir resiko tinggi
yang mana memerlukan pelayanan rujukan atau tindakan lanjut.
Banyak perubahan yang akan dialami oleh bayi yang semula berada dalam
lingkungan interna (dalam kandungan Ibu) yang hangat dan segala kebutuhannya
terpenuhi (O2 dan nutrisi) ke lingkungan eksterna (diluar kandungan ibu) yang
dingin dan segala kebutuhannya memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhinya.
Sebagai seorang tenaga
kesehatan, bidan harus mampu memahami tentang
beberapa adaptasi atau perubahan fisiologi bayi baru lahir (BBL). Hal ini sebagai dasar dalam memberikan asuhan keperawatan yang tepat. Setelah lahir, BBL harus mampu beradaptasi dari keadaan yang
sangat tergantung (plasenta) menjadi mandiri secara fisiologi. Setelah lahir,
bayi harus mendapatkan oksigen melalui sistem sirkulasi pernapasannya sendiri,
mendapatkan nutrisi per oral untuk mempertahankan kadar gula darah yang cukup,
mengatur suhu tubuh dan melawan setiap penyakit atau infeksi.
1.2 Tujuan
1) Bagi penulis
Dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam
upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
2) Bagi pembaca
Sebagai bahan bacaan dan menambah pengetahuan
tentang pelayanan kesehatan yang bermutu dan sesuai dengan standard.
1.3 Manfaat
1)
Untuk menambah pengetahuan mengenai
adaptasi fisiologi fetus.
2)
Untuk membantu mahasiswa dalam memahami
proses fisiologi pada fetus.
3)
Untuk menambah wawasan mengenai perubahan pada bayi yang mengalami ikterus
fisiologis.
4) Untuk memahami mekanisme kehilangan panas
pada bayi.
5) Untuk mengetahui dan memahami tentang
pencegahan hipotermi pada bayi yang baru lahir.
BAB II
ISI
2.1 Adaptasi Fisiologi Fetus
Sejak konsepsi perkembangan konseptus terjadi sangat
cepat yaitu zigot mengalami pembelahan menjadi morula (terdiri atas 16 sel
blastomer), kemudian menjadi blastokis (terdapat cairan di tengah) yang
mencapai uterus, dan kemudian sel-sel mengelompok, berkembang menjadi embrio
(sampai minggu ke-27). Setelah minggu ke-10 hasil konsepsi disebut janin.
Dengan demikian adaptasi fetus sudah terjadi secara fisiologis.
Bayi baru lahir normal adalah
bayi yang baru lahir dengan kehamilan atau masa gestasinya dinyatakan cukup
bulan (aterm) yaitu 36 – 40 minggu. Bayi baru lahir normal harus menjalani
proses adaptasi dari kehidupan di dalam rahim (intrauterine) ke kehidupan di
luar rahim (ekstrauterin).
2.2 Perubahan Pernafasan
1)
Perubahan Pernafasan Intrauterine
Gerakan nafas janin telah dapat dilihat sejak
kehamilan 12 minggu dan pada 34 minggu secara reguler gerak nafas ialah
40-60/menit dan di antara jeda adalah periode apnea. Cairan ketuban akan masuk
sampai bronkioli, sementara di dalam alveolus terdapat cairan alveoli. Gerakan
nafas janin dirangsang oleh kondisi hiperkapnia dan peningkatan kadar glukosa.
Sebaliknya, kondisi hipoksia akan menurunkan frekuensi nafas. Pada aterm
normal, gerak nafas akan berkurang dan dapat apnea selama 2 jam.
Alveoli terdiri atas dua lapis sel epitel yang
mengandung sel tipe I dan II. Sel tipe II membuat sekresi fosfolipid suatu
surfaktan yang penting untuk fungsi pengembangan nafas. Surfaktan yang utama
ialah sfingomielin dan lesitin serta fosfatidil gliserol. Produksi sfingomielin
dan fosfatidil gliserol akan memuncak pada 32 minggu, sekalipun sudah
dihasilkan sejak 24 minggu. Pada kondisi tertentu, misalnya diabetes, produksi
surfaktan ini kurang; juga pada pretrem ternyata dapat dirangsang untuk
meningkat dengan cara pemberian kortikosteroid pada ibunya. Steroid dan faktor
pertumbuhan terbukti merangsang pematangan paru melalui suatu penekanan protein
yang sama (HoxB5)11. Pemeriksaan kadar L/S rasio pada air ketuban
merupakan cara untuk mengukur tingkat kematangan paru, di mana rasio L/S > 2
menandakan paru sudah matang.
Tidak saja fosfolipid yang berperan pada proses
pematangan selular. Ternyata gerakan nafas juga merangsang gen untuk aktif
mematangkan sel alveoli. (Sarwono,
Prawirohardjo., (2010,) Hal 161 ).
Janin dalam kandungan sudah mengadakan
gerakan-gerakan pernafasan, namun air ketuban tidak masuk ke dalam alveoli
paru-parunya. Pusat pernapasan ini di pengaruhi oleh kadar O2 dan CO2 di dalam
tubuh
janin. Keadaan ini dipengaruhi
oleh sirkulasi plasenter (pengaliran darah antara uterus dan plasenta). Apabila
terdapat gangguan pada sirkulasi utero-plasenter sehingga satu rasi oksigen
lebih menurun, misalnya pada kontraksi uterus yang tidak sempurna, eklampsia
dan sebagainya, maka dapatlah gangguan dalam keseimbangan asam dan basa pada
janin tersebut, dengan akibat dapat melumpuhkan pusat pernafasan janin.
Pada permukaan paru-paru yang telah
matur ditemukan lipoprotein yang berfungsi untuk mengurangi tahanan pada
permukaan alveoli dan memudahkan paru-paru berkembang pada penarikan nafas
pertama pada janin. Ketika partus, uterus berkontraksi dalam keadaan ini
darah didalam sirkulasi utero plasenter seolah-olah diperas ke dalam vena
umbilicus dan sirkulasi janin sehingga jantung janin terutama serambi kanan
berdilatasi. Akibatnya apabila diperhatikan bunyi jantung janin segera setelah
kontraksi uterus hilang akan terdengar terlambat. Dalam keadaan ini fisiologi
bukan patologi.
2) Perubahan
Pernafasan Ekstrauterin
Selama dalam uterus, janin
mendapatkan oksigen dari pertukaran gas melalui plasenta. Setelah bayi lahir,
pertukaran gas harus melalui paru – paru.
A.
Perkembangan paru-paru
Paru-paru berasal dari titik
tumbuh yang muncul dari pharynx yang bercabang dan kemudian bercabang kembali membentuk struktur percabangan bronkus
proses ini terus berlanjut sampai
sekitar usia 8 tahun, sampai jumlah bronkus dan alveolus akan sepenuhnya
berkembang, walaupun janin memperlihatkan adanya gerakan napas sepanjang
trimester II dan III. Paru-paru yang tidak matang akan mengurangi kelangsungan
hidup BBL sebelum usia 24 minggu. Hal ini disebabkan karena keterbatasan permukaan alveolus, ketidakmatangan
sistem kapiler paru-paru dan tidak tercukupinya jumlah surfaktan.
B.
Awal adanya napas
Faktor-faktor yang berperan pada rangsangan nafas pertama bayi adalah :
1)
Hipoksia
pada akhir persalinan dan rangsangan fisik lingkungan luar rahim yang
merangsang pusat pernafasan di otak.
2)
Tekanan
terhadap rongga dada, yang terjadi karena kompresi paru -paru selama
persalinan, yang merangsang masuknya udara ke dalam paru-paru secara mekanis.
Interaksi antara system pernapasan, kardiovaskuler dan susunan saraf pusat
menimbulkan pernapasan yang teratur dan berkesinambungan serta denyut yang
diperlukan untuk kehidupan.
3)
Penimbunan
karbondioksida (CO2). Setelah bayi
lahir, kadar CO2 meningkat dalam darah dan akan merangsang pernafasan. Berkurangnya O2 akan mengurangi gerakan pernafasan janin, tetapi sebaliknya
kenaikan CO2 akan menambah frekuensi dan tingkat gerakan pernapasan janin.
4)
Perubahan suhu. Keadaan dingin akan merangsang pernapasan.
C.
Surfaktan dan upaya respirasi untuk bernapas
Upaya pernafasan pertama seorang bayi berfungsi untuk :
a) Mengeluarkan cairan dalam paru-paru
b) Mengembangkan jaringan alveolus paru-paru untuk pertama kali.
Agar alveolus dapat berfungsi,
harus terdapat survaktan (lemak lesitin /sfingomielin) yang cukup dan
aliran darah ke paru – paru. Produksi surfaktan dimulai pada 20 minggu
kehamilan, dan jumlahnya meningkat sampai paru-paru matang (sekitar 30-34
minggu kehamilan). Fungsi surfaktan adalah untuk mengurangi tekanan permukaan
paru dan membantu untuk menstabilkan dinding alveolus sehingga tidak kolaps
pada akhir pernapasan.
Tidak adanya surfaktan
menyebabkan alveoli kolaps setiap saat akhir pernapasan, yang menyebabkan sulit
bernafas. Peningkatan kebutuhan ini memerlukan penggunaan lebih banyak oksigen
dan glukosa. Berbagai peningkatan ini menyebabkan stres pada bayi yang
sebelumnya sudah terganggu.
D. Dari
cairan menuju udara
Bayi cukup bulan mempunyai cairan
di paru-parunya. Pada saat bayi melewati jalan lahir selama persalinan, sekitar
sepertiga cairan ini diperas keluar dari paru-paru. Seorang bayi yang
dilahirkan secara sectio cesaria kehilangan keuntungan dari kompresi rongga dada dan dapat menderita
paru-paru basah dalam jangka waktu lebih lama. Dengan beberapa kali tarikan napas yang pertama udara memenuhi ruangan
trakea dan bronkus BBL. Sisa cairan di paru-paru dikeluarkan dari paru-paru dan
diserap oleh pembuluh limfe dan darah.
2.3 Perubahan Sirkulasi
1)
Perubahan Sirkulasi Intrauterine
Mula-mula
darah yang kaya oksigen dan nutrisi yang berasal dari plasenta, melalui
vena umbilicalis, masuk kedalam tubuh janin. Sebagian besar darah melalui
ductus venosus arantii akan mengalir ke vena cava inferior. Dalam atrium
dekstra sebagian besar darah akan mengalir secara fisiologi ke atrium sinistra,
melalui voramen oval yang terletak diantara atrium dekstra dan atrium sinistra.
Dari atrium sinistra darah mengalir ke
ventricle kiri kemudian dipompakan ke aorta. Hanya sebagian kecil darah dari
atrium kanan mengalir ke ventricle kanan bersama-sama dengan darah yang berasal
dari vena cava superior.
Karena
tekanan dari paru-paru yang belum berkembang, sebagian darah dari ventricle
kanan yang seharusnya mengalir melalui arteri pulmonalis ke paru-paru, akan
mengalir melalui ductus Botalii ke aorta. Sebagian kecil akan mengalir ke
paru-paru dan selanjutnya ke atrium
sinistra melalui vena pulmonalis. Darah dari sel-sel tubuh yang miskin oksigen
penuh dengan sisa pembakaran dan sebagiannya akan dialirkan ke plasenta melalui dua ateriol
umbikalis. Seterusnya akan diedarkan ke pembuluh darah di kotiledon dan
jonjot-jonjot dan kembali melalui vena umbilikalis ke janin.
Demikian seterusnya, sirkulasi
janin ini berlangsung ketika berada dalam uterus. Ketika janin dilahirkan
segera bayi menghisap udara dan menangis kuat, dengan demikian paru-parunya
berkembang.
2)
Perubahan Sirkulasi Ekstrauterin
Setelah lahir darah
BBL harus melewati paru untuk mengambil oksigen dan mengadakan sirkulasi
melalui tubuh guna mengantarkan oksigen ke jaringan.
Untuk membuat sirkulasi yang baik, kehidupan diluar rahim
harus terjadi 2 perubahan besar :
a. Penutupan foramen ovale pada atrium jantung
b. Perubahan duktus arteriousus antara paru-paru dan
aorta.
Perubahan
sirkulasi ini terjadi akibat perubahan tekanan pada seluruh sistem pembuluh.
Oksigen menyebabkan sistem pembuluh mengubah tekanan dengan cara mengurangi
/meningkatkan resistensinya, sehingga mengubah aliran darah.
Perbedaan sirkulasi darah fetus
dan bayi
A. sirkulasi darah fetus
1. Struktur tambahan pada sirkulasi fetus
1) Vena umbulicalis : membawa darah yang telah mengalami
deoksigenasi dari plasenta ke permukaan dalam hepar
2) Ductus venosus : meninggalkan vena umbilicalis sebelum
mencapai hepar dan mengalirkan sebagian besar darah baru yang mengalami
oksigenasi ke dalam vena cava inferior.
3) Foramen ovale : merupakan lubang yang memungkinkan darah
lewat atrium dextra ke dalam ventriculus sinistra
4) Ductus arteriosus : merupakan bypass yang
terbentang dari venrtriculuc dexter dan aorta desendens
5) Arteri hypogastrica : dua pembuluh darah yang
mengembalikan darah dari fetus ke plasenta. Pada feniculus umbulicalis, arteri
ini dikenal sebagai ateri umbilicalis. Di dalam tubuh fetus arteri tersebut
dikenal sebagai arteri hypogastica.
2. Sistem sirkulasi fetus
1) Vena umbulicalis : membawa darah yang kaya oksigen dari
plasenta ke permukaan dalam hepar. Vena
hepatica meninggalkan hepar dan mengembalikan darah ke vena cava inferior.
2) Ductus venosus : adalah cabang – cabang dari vena
umbilicalis dan mengalirkan sejumlah besar darah yang mengalami oksigenasi ke
dalam vena cava inferior.
3) Vena cava inferior : telah mengalirkan darah yang telah
beredar dalam ekstremitas inferior dan badan fetus, menerima darah dari vena
hepatica dan ductus venosus dan membawanya ke atrium dextrum.
4) Foramen ovale : memungkinkan lewatnya sebagian besar
darah yang mengalami oksigenasi dalam ventriculus dextra untuk menuju ke atrium
sinistra, dari sini darah melewati valvula mitralis ke ventriculuc sinister dan
kemudian melaui aorta masuk kedalam cabang ascendensnya untuk memasok darah
bagi kepala dan ekstremitas superior. Dengan demikian hepar, jantung dan
serebrum menerima darah baru yang mengalami oksigenasi.
5) Vena cava superior : mengembalikan darah dari kepala dan
ekstremitas superior ke atrium dextrum. Darah ini bersama sisa aliran yang
dibawa oleh vena cava inferior melewati valvula tricuspidallis masuk ke dalam
venriculus dexter.
6) Arteria pulmonalis : mengalirkan darah campuran ke paru -
paru yang nonfungsional, yanghanya memerlukan nutrien sedikit.
7) Ductus arteriosus : mengalirkan sebagian besar darah dari
vena ventriculus dexter ke dalam aorta descendens untuk memasok darah bagi
abdomen, pelvis dan ekstremitas inferior.
8) Arteria hypogastrica : merupakan lanjutan dari arteria
illiaca interna, membawa darah kembali ke plasenta dengan mengandung leih
banyak oksigen dan nutrien yang dipasok dari peredaran darah maternal.
B. Perubahan pada saat lahir
1). Penghentian
pasokan darah dari plasenta.
2). Pengembangan dan pengisian udara pada paru-paru.
3). Penutupan
foramen ovale.
4). Fibrosis
a). Vena
umbilicalis.
b). Ductus venosus.
c). Arteriae
hypogastrica.
d). Ductus
arteriosus.
Sirkulasi
pulmonari: vena umbilikus, duktus venosus, foramen ovale, dan duktus
arteriosus.
Perbedaan sirkulasi fetus dan sirkulasi neonatal
No
|
Perbedaan
|
Sirkulasi Fetus
|
Sirkulasi Neonatal
|
1
|
Sirkulasi pulmonal
|
Aktif, kurang berkembang
|
Aktif, perkembangan meningkat
|
2
|
Foramen ovale
|
Terbuka
|
Tertutup
|
3
|
Duktus arteriosus botali
|
Terbuka
|
Tertutup
|
4
|
Duktus venosus arantii
|
Terbuka
|
Tertutup
|
5
|
Sirkulasi sistemik
|
Aktif engan resisten rendah
|
Aktif, dengan meningkatkan resistensi.
|
2.4 Termoregulasi dan Adaptasi Fisiologi
Sistem Metabolisme
A. Termoregulasi
Bayi baru lahir
belum dapat mengatur suhu tubuhnya, sehingga akan mengalami “Stress Dingin”
atau Cold Stress terutama karena perubahan lingkungan dari dalam rahim ke dunia
luar yang jauh lebih dingin.
Secara
fisiologis, tubuh bayi akan menggunakan timbunan lemak coklat (Brown Fat) untuk
menghasilkan panas. Namun cadangan lemak coklat ini akan habis dan bayi akan
mudah mengalami hipoglisemia, hipoksia dan asidosis.
Untuk itu,
pencegahan kehilangan panas sangatlah diperlukan. Perubahan kondisi terjadi pada neonatus yang baru
lahir. Di dalam tubuh induknya, suhu tubuh fetus selalu terjaga, begitu lahir
maka hubungan dengan induk sudah terputus dan neonatus harus mempertahankan
suhu tubuhnya sendiri melalui aktifitas metabolismenya.
Semakin kecil
tubuh neonatus, semakin sedikit cadangan lemaknya. Semakin kecil tubuh neonatus
juga semakin tinggi rasio permukaan tubuh dengan massanya.
Suhu permukaan
kulit meningkat atau turun sejalan dengan perubahan suhu lingkungan. Sedangkan
suhu inti tubuh diatur oleh hipotalamus. Namun pada pediatrik, pengaturan
tersebut masih belum matang dan belum efisien. Oleh sebab itu pada pediatrik
ada lapisan yang penting yang dapat membantu untuk mempertahankan suhu tubuhnya
serta mencegah kehilangan panas tubuh yaitu rambut, kulit dan lapisan lemak
bawah kulit.
Ketiga
lapisan tersebut dapat berfungsi dengan baik dan efisien atau tidak bergantung
pada ketebalannya. Sayangnya sebagian besar pediatrik tidak mempunyai lapisan
yang tebal pada ketiga unsur tersebut. Transfer panas melalui lapisan pelindung tersebut
dengan lingkungan berlangsung dalam dua tahap. Tahap pertama panas inti tubuh disalurkan
menuju kulit. Tahap kedua panas tubuh hilang melalui radiasi, konduksi,
konveksi atau evaporasi.
B. Adaptasi Fisiologi
Sistem Metabolisme
Untuk memfungsikan otak memerlukan glukosa dalam
jumlah tertentu. Dengan tindakan penjepitan tali pusat dengan klem pada saat
lahir seorang bayi harus mulai mempertahankan kadar glukosa darahnya sendiri.
Pada setiap baru lahir, glukosa darah akan turun dalam waktu cepat (1 sampai 2
jam).
Koreksi penurunan gula darah dapat
dilakukan dengan 3 cara :
1) Melalui
penggunaan ASI (bayi baru lahir sehat harus didorong untuk menyusu ASI secepat
mungkin setelah lahir).
2) Melalui
penggunaan cadangan glikogen (glikogenesis)
3) Melalui
pembuatan glukosa dari sumber lain terutama lemak (glukoneogenesis).
Bayi baru lahir yang tidak dapat
mencerna makanan dalam jumlah yang cukup akan membuat glukosa dari glikogen
(glikogenolisis). Hal ini hanya terjadi jika bayi mempunyai persediaan glikogen
yang cukup. Seorang bayi yang sehat akan menyimpan glukosa sebagai glikogen,
terutama dalam hati, selama bulan-bulan terakhir kehidupan dalam rahim. Seorang
bayi yang mengalami hipotermia pada saat lahir yang mengakibatkan hipoksia akan
menggunakan persediaan glikogen dalam jam pertama kelahiran. Inilah sebabnya
mengapa sangat penting menjaga semua bayi dalam keadaan hangat. Perhatikan
bahwa keseimbangan glukosa tidak sepenuhnya tercapai hingga 3-4 jam
pertama pada bayi cukup bulan yang sehat. Jika semua persediaan digunakan pada
jam pertama maka otak bayi dalam keadaan beresiko. Bayi baru lahir kurang
bulan, lewat bulan, hambatan pertumbuhan dalam rahim dan distress janin
merupakan resiko utama, karena simpanan energi berkurang atau digunakan sebelum
lahir.
2.4.1
Bayi Rentan Kehilangan Panas
Pada dasarnya turunnya suhu tubuh ini
dapat terjadi akibat penurunan produksi panas, peningkatan panas yang hilang
atau gangguan pada pengatur suhu tubuh termoregulasi). Ahli kesehatan anak
menerangkan bahwa penurunan produksi panas dapat berhubungan dengan sistem endokrin,
seperti gangguan hormon tiroid atau pituitary. Peningkatan panas
yang hilang dapat terjadi akibat berpindahnya panas tubuh ke lingkungan
sekitar. Sedangkan gangguan termoregulasi dapat terjadi akibat gangguan di
hipotalamus yaitu suatu bagian otak yang Salah Satu fungsinya mengatur suhu
tubuh.
2.4.2 Mekanisme Kehilangan Panas Pada
Neonatus
Pengaturan suhu pada neonatus masih belum baik
selama beberapa saat. Karena hipotalamus bayi masih belum matur, dan bayi masih
rentan terhadap hipotermia, terutama jika terpapar dingin atau aliran udara dingin,
saat basah, sulit bergerak bebas, atau saat kekurangan nutrisi. Bayi memasuki
suasana yang jauh lebih dingin dari pada saat kelahiran, dengan suhu kamar
bersalin 210
C
yang sangat berbeda dengan suhu dalam kandungan, yaitu 37,70 C. Pada saat lahir,
faktor yang berperan dalam kehilangan panas pada bayi baru lahir meliputi area
permukaan tubuh bayi baru lahir, berbagai tingkat insulasi lemak subkutan, dan
derajat fleksi otot.
Ini
menyebabkan pendinginan cepat pada bayi saat amnion menguap dari kulit. Setiap
milimeter penguapan tersebut memindahkan 500 kalori panas (Rutter 1992). Bayi
kehilangan panas melalui empat cara, yaitu:
1) Konduksi
Konduksi adalah
kehilangan panas melalui kontak langsung antara tubuh bayi dengan permukaan
yang dingin.
Contoh:
Bayi yang diletakkan di atas meja, tempat tidur atau timbangan yang dingin akan
cepat mengalami kehilangan panas tubuh akibat proses konduksi.
2) Konveksi
Konveksi adalah kehilangan panas yang terjadi pada
saat bayi terpapar dengan udara sekitar yang lebih dingin.
Contoh: Bayi yang dilahirkan atau ditempatkan dalam
ruangan yang dingin akan cepat mengalami panas. Kehilangan panas juga dapat
terjadi jika ada tiupan kipas angin, aliran udara atau penyejuk ruangan.
Suhu udara
di kamar bersalin tidak boleh kurang dari 200 C dan sebaiknya tidak
berangin. Tidak boleh ada pintu dan jendela yang terbuka. Kipas angin dan AC
yang kuat harus cukup jauh dari area resusitasi. Troli resusitasi harus
mempunyai sisi untuk meminimalkan konveksi udara sekitar bayi.
3)
Evaporasi
Evaporasi adalah
kehilangan panas akibat bayi
tidak segera dikeringkan.
Contoh: Kehilangan panas
terjadi karena meguapnya cairan ketuban pada permukaan tubuh setelah bayi lahir
karena tubuh bayi tidak segera dikeringkan. Hal yang sama dapat terjadi setelah
bayi dimandikan. Karena itu bayi harus dikeringkan seluruhnya, termasuk kepala
dan rambut, sesegera mungkin setelah dilahirkan. Lebih baik lagi menggunakan
handuk hangat untuk mencegah kehilangan panas secara konduksi.
4)
Radiasi
Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi saat bayi
yang di tempatkan dekat benda yang mempunyai tempratur tubuh
lebih rendah dari tempratur tubuh bayi.
Contoh: Bayi akan mengalami
kehilangan panas melalui cara ini meskipun benda yang lebih dingin tersebut
tidak bersentuhan langsung dengan tubuh bayi.
Upaya
Mencegah Kehilangan Panas :
1.
Keringkan bayi secara seksama
2.
Selimuti bayi dengan selimut bersih, kering dan hangat
3.
Tutupi kepala bayi
4.
Anjurkan ibu memeluk dan memberikan ASI
5.
Jangan segera menimbang atau memandikan bayi
6.
Tempatkan bayi di lingkungan yang hangat
2.5 Perubahan Sistem Hematologi
Aliran darah fetal bermula dari vena umbilikalis, akibat tahanan
pembuluh paru yang besar ( lebih tinggi dibandingkan tahanan vaskuler
sistemik=SWR) hanya 10% dari keluaran ventrikel kanan yang sampai paru,
sedangkan sisanya (90%) terjadi shunting
kanan ke kiri melalui duktus arteriosus Bottali.
Pada waktu bayi lahir, terjadi pelepasan dari plasenta secara mendadak
(saat umbilical cord dipotong/dijepit), tekanan atrium kanan menjadi rendah,
tahanan pembuluh darah sistemik (SVR) naik dan pada saat yang sama paru-paru
mengembang, tahanan vaskuler paru menyebabkan penutupan foramen ovale (menutup
setelah berberapa minggu), aliran darah dari duktus arteriosus Bottali berbalik
dari kiri ke kanan. Kejadian ini tersebut sirkulasi
transisi. Penutupan duktus arteriosus secara fisiologis terjadi pada umur
bayi 10-15 jam yang disebabkan kontraksi otot polos pada akhir arteri
pulmonalis dan secara anatomis pada usia 2-3 minggu.
Pada neonatus, reaksi pembuluh darah masih sangat kurang
sehingga keadaan kehilangan darah, dehidrasi, dan kelebihan volume juga sangat
kurang untuk ditoleransi. Manajemen cairan pada neonatus harus dilakukan dengan
cermat dan teliti. Tekanan sistolik merupakan indikator yang baik untuk menilai
sirkulasi volume darah dan dipergunakan sebagai parameter yang adekuat terhadap
penggantian volume. Oteregulasi aliran darah otak pada bayi baru lahir tetap
dipelihara normal pada tekanan sistemik antara 60-130 mmHg. Frekuensi nadi bayi
rata-rata 120 kali/menit dengan tekanan darah sekitar 80/60 mmHg.
2.6 Perubahan Sistem Gastrointestinal
1)
Perubahan Sistem Gastrointestinal Intrauterine
Perkembangan dapat dilihat di atas 12
minggu di mana akan nyata pada pemeriksaan USG. Pada 26 minggu enzim sudah
terbentuk meskipun amilase baru nyata pada periode neonatal. Janin meminum air
ketuban dan akan tampak gerakan peristaltik usus. Protein dan cairan amnion
yang ditelan akan menghasilkan mekonium di dalam usus. Mekonium ini akan tetap
tersimpan sampai partus, kecuali pada kondisi hipoksia dan stres, akan tampak
cairan amnion bercampur mekonium. (Sarwono, Prawirohardjo., (2010,) Hal 161 ).
2)
Perubahan Sistem Gastrointestinal Ekstrauterin
Sebelum
lahir, janin cukup bulan akan mulai menghisap dan menelan. Reflek gumoh dan
reflek batuk yang matang sudah terbentuk baik pada saat lahir.
Kemampuan bayi baru lahir cukup bulan
untuk menelan dan mencerna makanan (selain susu) masih terbatas. Hubungan
antara esofagus bawah dan lambung masih belum sempurna yang mengakibatkan
“gumoh” pada bayi baru lahir dan neonatus, kapasitas lambung masih terbatas
kurang dari 30 cc untuk bayi baru lahir cukup bulan. Kapasitas lambung ini akan
bertambah secara lambat bersamaan dengan tumbuhnya bayi baru lahir. Pengaturan
makanan yang sering oleh bayi sendiri penting contohnya memberi ASI on demand.
2.7 Perubahan Sistem Imunitas
1)
Perubahan Sistem Imunitas Intrauterine
Pada kehamilan minggu ke-8 telah ada gelaja
terjadinya kekebalan dengan adanya limfosit-limfosit disekitar tempat timus
kelak. Dengan semakin tuanya usia kehamilan jumlah limfosit dalam darah perifer
meningkat dan mulai terbentuk pula folikel-folikel limfe. Jumlah
lomfosit-limfosit limfe yang terbanyak terdapat pada akhir kehamilan misalnya di limfa memperlihatkan
jaringan warna merah.
Tuanya kehamilan juga ditemukan sarang selimfoit
yang makin lama makin besar. Penangkis humoral dibentuk oleh sel
limfoit, terdiri dari pasangan polipeptin simetrik. Gama-G ditemukan pada orang
dewasa, sedikit pada janin akhir kehamilan dan dibentuk pada bulan kedua
sesudah bayi lahir. Gama-Glabulin berasal dari ibu yang disalurkan melalui
palsenta dengan cara pinositosis disebut kekebalan pasif.
Penyaluran gama-G imunoglobin dari ibu ke janin
tidak selalu menguntungkan bagi janin, pada Rh resus isoimunisasi. Gama-G
imunoglobin ibu melintasi plasenta dan merusak eritrosit janin mengasilkan eritroblastosis
retails. Janin mengandung unsur ayahnya dan tempat implantasi plasenta. Dikenal
sebagai allograft rejection.
Pembentukan benda penangkis ditemukan
pada kehamilan 5 bulan. Produksi gama-M imunoglobin meningkat setelah bayi
lahir.
Kelemahan bayi baru lahir adalah hanya dilindungi oleh gama-G imunoglobin ibu hingga terbatas kadarnya dan kurang gama-A imunoglobin.
Kelemahan bayi baru lahir adalah hanya dilindungi oleh gama-G imunoglobin ibu hingga terbatas kadarnya dan kurang gama-A imunoglobin.
2)
Perubahan Sistem Imunitas Ekstrauterin
Sistem imunitas bayi baru lahir masih belum matang,
sehingga menyebabkan neonatus rentan terhadap berbagai infeksi dan alergi.
Sistem imunitas yang matang akan memberikan kekebalan alami maupun yang di
dapat. Kekebalan alami terdiri dari struktur pertahanan tubuh yang mencegah
atau meminimalkan infeksi.
Berikut
beberapa contoh kekebalan alami:
a.
perlindungan oleh kulit membran mukosa
b.
fungsi saringan saluran napas
c.
pembentukan koloni mikroba oleh klit dan usus
d.
perlindungan kimia oleh lingkungan asam lambung
Kekebalan alami juga disediakan pada tingkat sel
yaitu oleh sel darah yang membantu BBL membunuh mikroorganisme asing. Tetapi
pada BBL se-sel darah ini masih belum matang, artinya BBL tersebut belum mampu
melokalisasi dan memerangi infeksi secara efisien.
Kekebalan yang didapat akan muncul kemudian. BBL
dengan kekebalan pasif mengandung banyak virus dalam tubuh ibunya. Reaksi
antibodi keseluruhan terhadap antigen asing masih belum dapat dilakukan sampai
awal kehidupa anak. Salah satu tugas utama selama masa bayi dan balita adalah
pembentukan sistem kekebalan tubuh.
Defisiensi kekebalan alami bayi menyebabkan bayi
rentan sekali terjadi infeksi dan reaksi bayi terhadap infeksi masih lemah.
Oleh karena itu, pencegahan terhadap mikroba (seperti pada praktek persalinan
yang aman dan menyusui ASI dini terutama kolostrum) dan deteksi dini serta
pengobatan dini infeksi menjadi sangat penting.
2.8 Perubahan Sistem Ginjal
1)
Perubahan Sistem Ginjal Intrauterine
Pada 22 minggu akan tampak pembentukan korpuskel
ginjal di zona jukstaglomerularis yang berfungsi filtrasi. Ginjal terbentuk
sempurna pada minggu ke-36. Pada janin hanya 2 % dari curah jantung mengalir ke
ginjal, mengingat sebagian besar sisa metabolisme dialirkan ke plasenta.
Sementara itu, tubuli juga mampu filtrasi sebelum glomerulus berfungsi penuh.
Urin janin menyumbang cukup banyak pada volume cairan amnion. Bila terdapat
kondisi oligohidramnion itu merupakan pertanda penurunan fungsi ginjal atau
kelainan sirkulasi. (Sarwono,
Prawirohardjo., (2010,) Hal 162 ).
Janin muda
mengandung sekitar 90% air. Sistem urinasi mulai pada bulan pertama. Produksi urin pada janin dimulai antara masa gestasi 9
dan 11 minggu kehidupan intrauterin.
2) Perubahan
Sistem Ginjal Ekstrauterin
Bayi
ginjalnya relatif banyak mengandung air dan natrium. Fungsi ginjal belum
sempurna.
Peranan
ginjal janin dalam menjaga homeostasis tubuh sampai saat ini masih
dipertanyakan, ditemukan adanya kemampuan ginjal fetus untuk memekatkan dan
mengencerkan urin, mengabsorbsi fosfat dan mengadakan transportasi zat organik.
Fungsi
eksresi janin dilakukan melalui plasenta. Hal ini terbukti dengan ditemukannya
hasil pemeriksaan komposisi cairan tubuh fetus yang normal, termasuk angka
plasma kreatinin dan ureum pada neonatus saat lahir, meskipun terdapat agenesis
kedua ginjal.
2.9 Ikterus Neonatorum Fisiologis
Ikterus sendiri sebenarnya adalah perubahan warna
kuning akibat deposisi bilirubin berlebihan pada jaringan; misalkan yang
tersering terlihat adalah pada kulit dan konjungtiva mata.
Sedangkan definisi ikterus neonatorum adalah keadaan
ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir dengan keadaan meningginya kadar
bilirubun di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa
dan alat tubuh lainnya berwarna kucing.
Ikterus juga disebut sebagai keadaan
hiperbilirubinemia (kadar bilirubin dalam darah lebih dari 12 mg/dl). Keadaan
hiperbilirubinemia merupakan salah satu kegawatan pada BBL karena bilirubin
bersifat toksik pada semua jaringan terutama otak yang menyebabkan penyakit
kern icterus (ensefalopati bilirubin) yang pada akhirnya dapat mengganggu
tumbuh kembang bayi.
Ikterus
neonatorum dibedakan menjadi 2, yaitu
:
1) Neonatorum
Fisiologis
Neonatorum Fisiologis Adalah keadaan hiperbirirubin karena
faktor fisiologis merupakan gejala normal dan sering dialami bayi baru lahir.
Ikterus
fisiologis adalah Ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut (Hanifa,
1987):
1.
Timbul pada hari ke-2 atau ke-3.
2.
Kadar Biluirubin Indirek setelah 2 x 24
jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada kurang
bulan.
3.
Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin
tak melebihi 5 mg % per hari.
4.
Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %.
5.
Ikterus hilang pada 10 hari pertama.
6.
Bayi
tampak biasa, minum baik dan berat badan naik biasa.
7.
Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan
keadan patologis tertentu.
Penyebab ikterus neonatorum fisiologis
diantaranya adalah organ hati yang belum “matang” dalam memproses bilirubin,
kurang protein Y dan Z dan enzim glukoronyl tranferase yang belum cukup
jumlahnya. Meskipun merupakan gejala fisiologis, orang tua bayi harus tetap
waspada karena keadaan fisiologis ini sewaktu-waktu bisa berubah menjadi
patologis terutama pada keadaan ikterus yang disebabkan oleh karena penyakit atau
infeks.
2) Neonatorum
Patologis
Neonatorum
Patologis adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai
suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak
ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang
patologis. Brown menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12
mg% pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10
mg% dan 15 mg%.
Karakteristik ikterus patologis
(Ngastiyah,1997 ) sebagai berikut :
1.
Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama
kehidupan. Ikterus menetap sesudah bayi berumur 10 hari ( pada bayi cukup
bulan) dan lebih dari 14 hari pada bayi baru lahir BBLR.
2.
Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10
mg % pada bayi kurang bulan (BBLR) dan 12,5 mg% pada bayi cukup bulan.
3.
Bilirubin direk lebih dari 1mg%.
4.
Peningkatan bilirubin 5 mg% atau lebih
dalam 24 jam.
5.
Ikterus yang disertai proses hemolisis
(inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G-6-PD, dan sepsis).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Banyak perubahan yang akan dialami oleh bayi yang semula berada dalam
lingkungan interna (dalam kandungan Ibu) yang hangat dan segala kebutuhannya
terpenuhi (O2 dan nutrisi) ke lingkungan eksterna (diluar kandungan ibu) yang
dingin dan segala kebutuhannya memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhinya.
Adapun
perubahan yang dialami oleh fetus dari intrauterine ke ekstrauterin antara lain
yaitu:
1) Perubahan
Pernafasan (Respirasi)
2) Perubahan
Sirkulasi
3) Perubahan
Termoregulasi dan Adaptasi Fisiologi Sistem Metabolisme yang meliputi :
a. Pengaruh
hipotermi terhadap bayi baru lahir.
b. Mekanisme
kehilangan panas pada Neonatus.
4) Perubahan
Sistem Hematologi
5) Perubahan
Sistem Gastrointestinal
6) Perubahan
Sistem Imun
7) Perubahan
Sistem Ginjal
8) Ikterus
Neonatorum Fisiologi
3.2 Saran
Diharapkan mahasiswa
dapat memahami tentang Adaftasi Fisiologi Fetus dan bagian-bagiannya serta
dapat mengaplikasikan asuhan yang diberikan. Dalam penulisan makalah ini masih
banyak terdapat kekurangan oleh karena
itu Kami mohon saran yang membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Sarwono, Prawirohardjo., (2010), Ilmu
Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka
sarwono Prawirohardjo.
2.
Departemen
Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kesehata Masyarakat, (2004), Buku
Acuan Asuhan Persalinan Normal, Jakarta: Departemen Kesehatan
3.
Aprilia Nuruh Baety. 2011. Biologi
Reproduksi Kehamilan dan Persalinan. Yogjakarta: Graha Ilmu.
4.
Wulanda, Febri Ayu. 2012, Biologi Reproduksi,
Jakarta :Salemba Mediaka
5.
Varney,
Helen, (2009), Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Jakrta: EGC
7.
Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri:
Obstetri
Fisiologi-Obstetri
Patologi. Edisi 2. Jakarta:
EGC. Hlm: 35-36.
10. Walsh,
Winda. 2007. Buku Ajar Kebidanan Komunitas.
Jakarta: EGC. Hlm: 79-82 Image, telegraph.co.uk
11. pustaka.unpad.ac.id/wp-content/.../endokrinologi_kehamilan.pdf
(Download Sabtu, 24-11-2012
pukul 18.00 )
0 comments
Posting Komentar