Jumat, 17 Mei 2013

GOLONGAN OBAT ANTIBIOTIKA PADA IBU HAMIL

.




KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah  ini membahas tentang “GOLONGAN OBAT ANTIBIOTIKA PADA IBU HAMIL” agar mahasiswa dapat memahaminya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Askeb II Kebidanan yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan pembuatan makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan kelancaran dan kemudahan bagi kita semua.


 Yogyakarta, Oktober 2012

Penulis

  




1.1   Latar Belakang


Sejarah antibiotik dimulai ketika ditemukannya obat antibiotik pertama oleh Alexander Flemming yaitu Penicillin-G. Flemming berhasil mengisolasi senyawa tersebut dari Penicillium chrysogenumsyn. P. Notatum. Dengan penemuan antibiotik ini membuka sejarah baru dalam bidang kesehatan karena dapat meningkatkan angka kesembuhan yang sangat bermakna. Kemudian terjadilah penggunaan besar-besaran antibiotik pada saat perang dunia untuk pengobatan berbagai macam penyakit. Masalah baru muncul ketika mulai dilaporkannya resistensi beberapa mikroba terhadap antibiotik karena penggunaan antibiotik yang besar-besaran.
Hal ini tidak seharusnya terjadi jika kita sebagai pelaku kesehatan mengetahui penggunaan antibiotik yang tepat. Kemajuan bidang kesehatan diikuti dengan kemunculan obat-obat antibiotik yang baru menambah tantangan untuk mengusai terapi medikamentosa ini. Antibiotik tidak hanya dari satu jenis saja. Beberapa senyawa-senyawa yang berbeda dan berlainan ternyata mempunyai kemampuan dalam membunuh mikroba.
Dimulai dengan mengetahui jenis-jenis dari antibiotik dilanjutkan mengetahui mekanisme dan farmakologi dari obat-obat antibiotik tersebut dan terakhir dapat mengetahui indikasi yang tepat dari obat antibiotik tersebut. Semua ini bertujuan akhir untuk mengoptimalkan penggunaan antibiotik yang tepat dan efektif dalam mengobati sebuah penyakit sekaligus dapat mengurangi tingkat resistensi.



1.2   Rumusan Masalah

1)      Apakah yang dimaksud dengan antibiotik ?
2)      Apa saja yang termasuk golongan antibiotik ?
3)      Apa saja antibiotik yang aman bagi ibu hamil ?
4)      Bagaimana studi kasus infeksi pada ibu hamil ?
5)      Bagaimana menelaah kasus berdasarkan kajian farmakoterapi ?

1.3 Tujuan Penulisan

1)      Bagi penulis
Dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
2)      Bagi pembaca
Sebagai bahan bacaan dan menambah pengetahuan tentang pelayanan kesehatan yang bermutu dan sesuai dengan standard.






2.1  DEFINISI ANTIBIOTIKA

Kata antibiotik berasal dari bahasa yunani yaitu Anti (melawan) dan Biotikos (cocok untuk kehidupan). Istilah ini diciptakan oleh Selman tahun 1942 untuk menggambarkan semua senyawa yang diproduksi oleh mikroorganisme yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain. Namun istilah ini kemudian digeser dengan ditemukannya obat antibiotik sintetis.
Penggunaan istilah antimikroba cenderung mengarah ke semua jenis mikroba dan termasuk didalamnya adalah antibiotik, anti jamur, anti parasit, anti protozoa, anti virus, dll. Antibiotik berbeda dengan istilah disinfectant karena desifektant membunuh kuman dengan cara membuat lingkungan yang tidak wajar bagi kuman. Sedangkan kerja dariantibiotik adalah cenderung bersifat Toksisitas Selektif dan dapat membunuh kuman tanpa merugikan inang.

Prinsip Penggunaan Antibiotik
A.    Berdasarkan penyebab infeksi: Dari hasil pemeriksaan mikrobiologis, pemberian antibiotika tanpa pemeriksaan mikrobiologis dapat didasarkan pada educate guess.
B.     Berdasarkan faktor pasien: Fungsi ginjal dan hati, riwayat alergi, daya tahan terhadap infeksi, daya tahan terhadap obat, usia, wanita hamil dan menyusui.



2.2  PENGENALAN GOLONGAN ANTIBIOTIKA

1.    Penisilin
Penisilin diperoleh dari jamur Penicilium chrysogeneum dari bermacam-macam jenis yang dihasilkan (hanya berbeda mengenai gugusan samping R ) benzil penisilin ternyata paling aktif. Sefalosforin diperoleh dari jamur cephalorium acremonium, berasal dari sicilia (1943) penisilin bersifat bakterisid dan bekerja dengan cara menghambat sintesi dinding sel.
Penisilin terdiri dari:
1.      Benzil Penisilin Dan Fenoksimetil Penisilin
1)      Benzil Penisilin
·         Indikasi: infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronchitis kronis, salmonelosis invasive, gonore.
·         Kontraindikasi: hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin.
·         Efek samping: reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi,   angioudem, leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per oral.
2)      Fenoksimetil Penisilin
·         Indikasi: tonsillitis, otitis media, erysipelas, demam rematik, prpopiliaksis infeksi pneumokokus.
2.      Pensilin Tahan Penisilinase
1)    Kloksasilin
·         Indikasi: infeksi karena stapilokokus yang memproduksi  pensilinase.
·         Peringatan: gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous pada glandular fever, leukemia limfositik kronik, dan AIDS, riwayat infeksi.
·         Interaksi: obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan cairan tubuh. tetapi penetrasi ke dalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami infeksi.
·         Kontraindikasi: hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin.
·         Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem, leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per oral.
2)    Flukoksasilin
·         Indikasi  :infeksi karena stapilokokus yang memproduksi pensilinase.
·         Peringatan :gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous pada glandular fever, leukemia limfositik kronik, dan AIDS.
·         Interaksi : obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan cairan tubuh. Tapi penetrasi ke dalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami infeksi.
·         Kontraindikasi : hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin.
·         Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem, leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per oral.
3.      Pensilin Spectrum Luas
1)      Ampisilin
Ibu hamil:          Kategori B
Ibu menyusui:    Kategori A
·         Indikasi: Infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronchitis kronis, salmonelosis invasive, gonore.
·         Peringatan: Riwayat alergi, gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous pada glandular fever, leukemia limfositik kronik, dan AIDS.
·         Interaksi: Obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan cairan tubuh. Tapi penetrasi kedalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami infeksi. Absorbsi sebagian besar dipengaruhi oleh makanan. Pengobatan lebih baik diberikan pada saat lambung kosong, 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah makan.
·         Kontraindikasi: Hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin.
·         Efek samping: Reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem, leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per oral.
·         Pengaturan dosis Oral: 250-500 mg tiap 6 jam, diberikan 30 menit sebelum makan. Infeksi saluran kemih: 500 mg tiap 8 jam. Injeksi intramuskuler, intravena atau infus: 500 mg tiap 4-6 jam. Anak di bawah 10 tahun: setengah dosis dewasa.
·         Sediaan Ampisilin (generik): kapsul 250mg, 500mg; sirup kering 125mg/5ml, 250mg/5ml; serbuk untuk injeksi 500mg, 1g.
Amcillin: kapsul 250mg, 500mg; tablet 250mg, 500mg; sirup kering 125mg/5ml, 250mg/5ml; serbuk untuk injeksi 1g, 2g.
Ampi: kapsul 250mg, 500mg; sirup kering 125mg/5 ml.

2)      Amoksisilin
Ibu Hamil        : Ketegori B
Ibu Menyusui  : Kategori A
·         Indikasi: infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronchitis kronis, salmonelosis invasive, gonore.
·         Peringatan: gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous pada glandular fever, leukemia limfositik kronik, dan AIDS.
·         Interaksi: obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan cairan tubuh. Tapi penetrasi ke dalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami infeksi.
·         Kontraindikasi: hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin.
·         Efek samping: reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem, leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per oral.
·         Pengaturan Dosis:
Dewasa:     1x 500mg tablet tiap 12 jam atau 250mg tablet tiap 8 jam.
Suspensi: dewasa, untuk yang sulit menelan, 125mg/5ml atau 250mg/5ml suspensi menggantikan tablet 500mg.
Anak
Kurang dari 3 bulan: 30mg/kg/hr dibagi tiap 12 jam didasarkan pada komponen amoksisilin. Dianjurkan menggunakan suspensi 125 mg/5ml
3 bulan atau lebih: didasarkan pada komponen amoksisilin. Jangan menggunakan tablet 250mg jika berat<40kg.
40kg atau lebih: sesuai dosis dewasa
Amoksisilin dapat diminum dengan atau tanpa makanan.
Neonatus dan bayi 12 minggu (3 bulan) atau lebih muda: karena fungsi ginjal yang belum optimal mempengaruhi eliminasi amoksisilin, dosis paling tinggi yang diijinkan adalah 30mg/kg/hr dibagi tiap 12 jam.
·         Sediaan Amoksisilin (generik): kaplet 500mg; kapsul 250mg; sirup kering 125mg/5ml, 250mg/5ml; serbuk untuk injeksi 1g.
Amoksan: drops 125mg/1,25 ml; kapsul 250mg, 500mg; sirup kering 125mg/5ml, 250mg/5ml; serbuk untuk injeksi 1g.
Kalmox: kapsul 500mg; sirup kering 125mg/5ml.

4.      Penisilin Anti Pseudomona
1)      Tikarsilin
Indikasi : infeksi yang disebabkan oleh pseoudomonas dan proteus.
2)      Piperasilin
Indikasi : infeksi yang disebabkan oleh pseoudomonas aerugenosa.
3)      Sulbenisilin
Indikasi : infeksi yang disebabkan oleh pseoudomonas aerugenosa.

2.    Aminoglikosida
Aminoglokosida bersifat bakterisidal dan aktif terhadap bakteri gram posistif dan gram negative. Gentamisin, Amikasin dan kanamisin  juga aktif terhadap pseudomonas aeruginosa.
Streptomisin aktif terhadap mycobacterium tuberculosis dan penggunaannya sekarang hampir terbatas untuk tuber kalosa.
1)      Gentamisin
·         Indikasi : septicemia dan sepsis pada neonatus, meningitis dan infeksi SSP lainnya. Infeksi bilier, pielonefritis dan prostates akut, endokarditis, pneumonia nosokomial, terapi tambahan pada miningitis karena listeria.
·         Kontraindikasi: kehamilan, miastenia gravis.
·         Efek samping: nefrotoksisitas yang biasanya terjadi pada orang tua atau pasien gangguan fungsi ginjal. Jika terjadi gangguan fungsi ginjal maka interval pemberian harus diperpanjang.
·         Mekanisme kerja obat: Aminoglikosida bersifat bakterisidal dan digunakan terutama pada infeksi bakteri gram positif dan negatif. Aktivitas bakterisid melalui penghambatan sintesis protein bakteri.
·         Pengaturan dosis Gentamisin: Dosis pada pasien infeksi serius dengan fungsi ginjal normal 3 mg/kg/hari dalam dosis terbagi tiga setiap 8 jam.
Anak-anak                       6-7,5 mg/kg/hari (2-2,5 mg/kg setiap 8 jam)
Infant dan neonatus                7,5 mg/kg/hari (2,5 mg/kg setiap 8 jam)
Neonatus umur < 1 minggu         5 mg/kg hari (2,5 mg setiap 12 jam).
Durasi terapi : biasanya 7-10 hari. Dosis pada pasien infeksi serius dengan fungsi ginjal normal 3 mg/kg/hari dalam dosis terbagi tiga setiap 8 jam.
·         Sediaan Gentamisin (generik):cairan injeksi 10 mg/ml;40 mg/ml (K)
Garamycin®: cairan injeksi 20 mg/ml; 40 mg/ml; 60 mg/ml; 80 mg/ml (K)
·         Perhatian: gangguan funsi ginjal, bayi dan usia lanjut (sesuaikan dosis, awasi fungsi ginjal, pendengaran dan vestibuler dan periksa kadar plasma), hindari penggunaan jangka panjang. Aminoglikosida dapat menembus sawar plasenta, sehingga pemberian pada wanita hamil sedapat mungkin dihindari (Kategori C). Apabila bila menyusui ekresi gentamisin dalam ASI sangat minimal (Kategori A).
2)      Amikasin
Indikasi : infeksi generatif yang resisten terhadap gentamisin.
3)      Kanamisin
Indikasi: infeksi berat kuman gram negative yang resisten terhadap gentainisin


3.    Makrolida
Eritromisin memiliki spectrum antibakteri yang hampir sama dengan penisilin, sehingga obat ini digunakan sebagai alternative penisilin. Indikasi eritremisin mencakup indikasi saluran napas, pertusis, penyakit gionnaire dan enteritis karena kampilo bakteri.
1)      Eritromisin
·         Indikasi: sebagai alternatif untuk pasien yang alergi penisilin untuk pengobatan enteritis kampilobakter, pneumonia, penyakit legionaire, sifilis, uretritis non gonokokus, prostatitis kronik, akne vulgaris, dan profilaksis difteri dan pertusis.
·         Kontraindikasi: penyakit hati.
·         Efek samping: Mual, muntah, dan diare.Untuk infeksi ringan efek samping ini dapat dihindarkan dengan pemberian dosis rendah.
·         Mekanisme kerja obat: Antibiotik golongan makrolida terikat secara reversible pada sisi P ribosom subunit 50s dari bakteri dan dapat menghambat RNA-dependent protein synthesis dengan cara merangsang pemutusan peptidyl t-RNA dari ribosom. Antibiotik ini dapat bersifat bakteriostatik maupun bakterisid, tergantung faktor konsentrasi obat.
·         Interaksi obat / Makanan : Jika diberikan bersamaan dengan antasida, konstanta kecepatan eliminasi eritromisin dapat turun, dan berikan 2 jam sebelum atau sesudah makan. Eritromisin estolat dan etilsuksinat, dan eritromisin base dalam bentuk tablet lepas lambat tidak dipengaruhi oleh makanan.
·         Pengaturan dosis: Oral : Dewasa dan Anak di atas 8 tahun, 250-500 mg tiap 6 jam atau 0,5-1 g tiap 12 jam. Anak sampai 2 tahun, 125 mg tiap 6 jam; 2-8 tahun 250 mg tiap 6 jam.
Infus intravena: infeksi berat pada dewasa dan anak, 50 mg/kg/hari secara infus kontinyu atau dosis terbagi tiap 6 jam; infeksi ringan 25 mg/kg/hari bila pemberian per oral tidak memungkinkan.
·         Sediaan Erybiotic : 250 mg/kapsul; 500 mg/kaplet; 200 mg/5 ml sirop.
Erysanbe : 250 mg/kapsul; 500 mg/kaplet; 200 mg/5 ml sirop kering; 200 mg/tablet kunyah.
Erythrocin : 250 mg/kapsul; 500 mg/kaplet; 250 mg/5 ml sirop; 200 mg/tablet; 100 mg/2,5 ml sirop tetes.
·         Perhatian Kehamilan: eritromisin dapat melewati plasenta tetapi menghasilkan kadar yang rendah dalam jaringan. Gunakan jika hanya benar-benar perlu (Kategori B).
Menyusui: eritromisin diekskresikan melalui ASI. Meskipun demikian, belum ditemukan adanya efek samping pada bayi (Kategori A).

2)      Azitromisin
Indikasi: infeksi saluran napas, otitis media, infeksi klamida daerah genital tanpa kompliasi.
3)      Klaritromisin
Indikasi : infeksi saluran napas, infeksi ringan dan sedang pada kulit dan jaringan lunak; terapi tambahan untuk eradikasi helicobacter pylori pada tukak
4)      Spiramisin

4.    Sefalosforin
Sefalosforin merupakan antibiotic betalaktam yang bekerja dengan cara menghambat sintesis dinding mikroba. Farmakologi sefalosforin mirip dengan penisilin, ekseresi terutama melalui ginjal dan dapat di hambat probenisid.
          Sefalosforin terbagi atas :
1)      Sefadroksil
·         Indikasi: infeksi baktri gram (+) dan (-)
·         Kontra indikasi: hipersensitivitas terahadap sefalosforin, porfiria
·         Interaksi: sefalosforin aktif terhadap kuman garm (+) dan (-) tetapi spectrum anti mikroba masing-masng derrivat bervariasi.
·         Efek samping: diare dan colitis yang disebabkan oleh antibiotic ( penggunaan dosis tinggi) mual dan mumtah rasa tidak enak pada saluran cerna sakit kepala, Dll
2)      Sefrozil
Indikasi : ISPA, eksaserbasi akut dari bronchitis kronik dan otitis media.
3)      Sefotakzim
Indikasi : profilaksis pada pembedahan, epiglotitis karena hemofilus, meningitis.
4)      Sefuroksim
Indikasi : profilaksis tindakan bedah, lebih aktif terhadap H. influenzae dan N gonorrhoeae.
5)      Sefamandol
Indikasi: profilaksis pada Tindakan 1 pembedahan.

5.    Tetrasiklin
Tetrasiklin merupakan antibiotik dengan spectrum luas. Penggunaannya semakin lama semakin berkurang karena masalah resistansi.
Tetrasiklin terbagi atas :
1)      Tetrasiklin.
·         Indikasi: akne vulgaris, eksaserbasi bronkitis kronis, klamidia, mikoplasma dan riketsia, efusi pleura karena keganasan atau sirosis.
·         Kontraindikasi: hipersensitivitas terhadap golongan tetrasiklin.
·         Mekanisme kerja obat: tetrasiklin merupakan bakteriostatik yang bekerja dengan mempengaruhi sintesis protein pada tingkat ribosom. Antibiotik ini berikatan secara reversible dengan ribosom subunit 30s dari bakteri, mencegah terjadinya ikatan aminoacyl transfer RNA dan menghambat sintesis protein, serta perkembangan sel. Golongan tetracycline mempunyai aktivitas luas terhadap bakteri gram positif dan negatif.
·         Efek samping: Mual, muntah, diare, eritema (hentikan pengobatan), sakit kepala dan gangguan penglihatan dapat merupakan petunjuk peningkatan intrakranial, hepatotoksisitas, pankreatitis dan kolitis.
·         Interaksi obat / makanan: Jika diberikan bersama antasida, garam besi, maka absorpsi dan kadar serum tetrasiklin turun. Pengatasan: tetrasiklin diberikan 1 jam sebelum atau 2 jam setelah antasida.
Jika diberikan bersama kontrasepsi oral maka tetrasiklin mempengaruhi resirkulasi enterohepatik kontrasepsi steroid, sehingga menurunkan efeknya.
Jika diminum menggunakan susu, maka tetrasiklin akan membentuk khelat yang sulit diabsorpsi.
·         Pengaturan dosis: Oral : 250 mg tiap 6 jam. Pada infeksi berat dapat ditingkatkan sampai 500 mg tiap 6-8 jam.
Sifilis primer, sekunder dan laten: 500 mg tiap 6-8 jam selama 15 hari.
Uretritis non gonokokus: 500 mg tiap 6 jam selama 7-14 hari (21 hari bila pengobatan pertama gagal atau bila kambuh).
Injeksi intra vena: 500 mg tiap 12 jam, maksimum 2 g perhari.
·         Sediaan: Bufacyn : 250 mg/kapsul; 500 mg/kapsul; 125 mg/5 ml sirop.
Conmycin : 250 mg/kapsul; 500 mg/kapsul.
Erlacylin : 30 mg/g salep, 1 % salep mata.
Hufacyclin : 250 mg/kapsul; 250 mg/5 ml sirop.
Megacycline : 250 mg/tablet.
Sakacyclin : 250 mg/kapsul.
Super Tetra : 250 mg/kapsul lunak.
Tetradex : 250 mg/kapsul; 500 mg/kapsul.
·         Perhatian: Kehamilan: golongan tetrasiklin dapat melewati plasenta dan ditemukan dalam jaringan fetus. Dapat terjadi efek toksis pada fetus yang berupa retardasi perkembangan tulang (Kategori D).
Menyusui: tetrasiklin dapat diekskresikan melalui air susu ibu.
Penggunaan antibiotik golongan tetrasiklin selama masa pertumbuhan gigi (dari akhir masa kehamilan sampai anak usia 8 tahun) dapat menyebabkan perubahan warna gigi (kuning, abu-abu, coklat) yang bersifat permanen.
Antibiotik golongan tetrasiklin membentuk kompleks kalsium yang stabil pada jaringan pembentuk tulang 
2)      Demeklosiklin Hidroklorida
Indikasi: tetrasiklin. Lihat jugas gangguan sekresi hormone antidiuretik
Efek samping lihat tetrasiklin. Fotositivtas lebih sering terjadi pernah dilaporkan terjadinya diabeters indipidus nefrogenik.
3)      Doksisiklin
Indikasi: tetrasiklin.bruselosis (kombniasi dengan tetrasiklin), sinusitis kronis , pretatitis kronis, penyakit radang perlvis (bersama metronidazo)
4)      Oksitetrasiklin
Dosis: 250-500 mg tiap 6 jam
Oxytetracycline ( generic ) cairan Inj. 50 mg/ vial (K)
Teramycin (Pfizer Indonesia) cairan inj. 50 mg/ vial. Kapsul 250 mg (K).

6.    Anti Jamur
Obat-obat anti jamur juga disebut dengan obat anti mikotik, dipakai untuk mengobati dua jenis infeksi jamur : infeksi jamur superficial pada kulit atauselaput lender dan infeksi jamur sistemik pada paru-paru atau system saraf pusat. Infeksi jamur dapat ringan, seperti pada tinea pedis (atlete¶s food) atau berat,seperti pada paru-paru atau jamur seperti candida spp, (ragi), merupakan bagian dari flora normal pada mulut, kulit, usus halus dan vagina.

Tabel. Pedoman pemilihan Antimikroba
No
Infeksi
Penyebab
Antimikroba
1.
Uretritis
N. Gonorrhoe (bukan penghasil penisilinase)
Ampisilin,amoksisilin,
Penisilin, G tetraksilin


N.Gonorrhoe (penghasil penisilinase).
Fluorokuinolon, seftriakson.
2.
Herpes genital
Virus Herpes Simpleks
Asiklovir
3.
Sifilis
T.pallidum
Penisilin G, seftriakson, tetraksilin.
4.
Sistisis akut
E. coli,S. saprophyticus
Ampisilin,trimetropim

2.3 Pemilihan antibiotik yang aman untuk ibu hamil

Antibiotika banyak digunakan secara luas pada kehamilan. Karena adanya efek samping yang potensial bagi ibu maupun janinnya, penggunaan antibiotika seharusnya digunakan jika terdapat indikasi yang jelas. Prinsip utama pengobatan wanita hamil dengan penyakit adalah dengan memikirkan pengobatan apakah yang tepat jika wanita tersebut tidak dalam keadaan hamil. Biasanya terdapat berbagai macam pilihan, dan untuk alasan inilah prinsip yang kedua adalah mengevaluasi keamanan obat bagi ibu dan janinnya.
Kehamilan akan mempengaruhi pemilihan antibiotik. Umumnya penisilin dan sefalosporin dianggap sebagai preparat pilihan pertama pada kehamilan, karena pemberian sebagian besar antibiotik lainnya berkaitan dengan peningkatan risiko malformasi pada janin. Bagi beberapa obat antibiotik, seperti eritromisin, risiko tersebut rendah dan kadang-kadang setiap risiko pada janin harus dipertimbangkan terhadap keseriusan infeksi pada ibu. Beberapa jenis antibiotika dapat menyebabkan kelainan pada janin. Hal ini terjadi karena antibiotika yang diberikan kepada wanita hamil dapat mempengaruhi janin yang dikandungnya melalui plasenta. Antibiotika yang demikian itu disebut teratogen suatu obat atau zat yang menyebabkan pertumbuhan janin yang abnormal. Pada manusia, periode terjadinya teratogenesis adalah mulai hari ke 17 sampai hari ke 54 post konsepsi. Besarnya reaksi toksik atau kelainan yang ditimbulkan oleh antibiotika dipengaruhi oleh :
a.       Besarnya dosis yang diberikan.
b.      Lama dan saat pemberian.
c.       Sifat genetik ibu dan janin.
d.      Jenis antibiotik.
e.       Trimester kehamilan.
Durasi penggunaan obat merupakan faktor penting untuk diingat. Penggunaan antibiotik dalam jangka waktu lama bisa menyebabkan kecacatan pada janin dan dalam kasus yang lebih buruk bisa menyebabkan keguguran. Pasalnya, beberapa jenis antibiotik lebih aman digunakan pada trimester tertentu.
Untuk keadaan hamil, apalagi masih dalam trimester ketiga, pemberian antibiotik bisa sangat membahayakan janin, karena hampir semua antibiotik memberikan efek samping mual, muntah, pusing dan gangguan sistem pencernaan. Efek-efek samping yang ditimbulkan juga akan menekan kehamilan. Bahkan ada antibiotik yang bisa menembus sampai ke sistem kelenjar / cairan, seperti liur, kelenjar getah bening, cairan otak dan ASI. Jika pada masa menyusui minum antibiotik, maka obat akan merembes di ASI dan bayi akan minum ASI bercampur obat.
Namun bukan berarti ibu hamil dan menyusui tidak boleh minum obat antibiotik, harus hati-hati dan perhatikan petunjuk dokter tentang cara pemakaiannya.
Penisilin merupakan obat-obatan yang paling umum digunakan selama kehamilan. Antibiotik ini dipasarkan dengan beberapa nama seperti cephradine, cefalexin, cefuroxime, cefaclor, dan lain-lain. Obat yang umum digunakan ini mengandung cloxacillin, amxycillin, dan methicillin. Obat-obatan ini dinyatakan aman selama kehamilan.
Berikut beberapa contoh antibiotik yang dinyatakan aman digunakan selama kehamilan:
1)      Amoxicillin
2)      Ampicillin
3)      Clindamycin
4)      Erythromycin
5)      Penicillin
Berdasarkan indeks keamanan obat pada kehamilan menurut United States Food and Drug Administration (US FDA), klasifikasi obat berdasarkan tingkat keamanan penggunaannya selama kehamilan  dibagi dalam lima kategori. Lima kategori tersebut terdiri dari A, B, C, D, dan X, dengan urutan yang paling aman hingga paling berbahaya.


Pada ibu hamil, penggunaan antibiotik dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
1)      Antibiotik yang dianggap aman
2)      Atibiotik yang harus diberikan secara hati-hati
3)      Antibiotik yang merupakan kontraindikasi
1. Antibiotik yang dianggap aman
Kenyataannya amat jarang obat yang termasuk kategori A, bahkan vitamin pun tergolong kategori B. Beberapa golongan antibiotik kategori A:
1)      Golongan Penisilin dengan ikatan protein rendah mampu melintasi plasenta dengan mudah dan dianggap aman untuk digunakan namun beberapa golongan Metiltetrazoletiol harus digunakan lebih hati-hati.
2)      Golongan Makrolid tidak menunjukkan efek samping yang berbahaya untuk janin, tetapi tetap diperhatikan kontraindikasi pada kehamilan.
3)      Golongan Nitrofurantion dan metronidazol juga dapat dianggap aman.
2. Antibiotik yang harus digunakaan hati-hati
Obat yang termasuk kelompok ini hanya boleh digunakan dalam kondisi tertentu yang sangat diperlukan. Golongan antibiotik B diantaranya adalah Fluorokuinolon, Kontrimoksazol, dan Kloramfenikol. Pada Kloramfenikol sebaiknya tidak digunakan selama kehamilan, kecuali bila obat lain yang lebih aman tidak bisa digunakan.   
3. Antibiotik yang merupakan kontraindikasi
Antibiotik yang termasuk dalam golongan C adalah Tetrasiklin dan Aminoglikosida. Tetrasiklin bila diberikan pada periode perkembangan tulang dan gigi (bulan keempat dan kelima gestasi) menimbulkan yellow dyscoloration yang akan mempengaruhi gigi dan tulang yang sedang dibentuk.  Sedangkan Aminoglikosida harus digunakan secara hati-hati pada trimester kedua.

Adapun beberapa golongan antibiotic yang memerlukan perhatian khusus bagi ibu hamil adalah :
1)      Golongan Aminoglikosida (biasanya dalam turunan garam sulfate-nya), seperti amikacin sulfate, tobramycin sulfate, dibekacin sulfate, gentamycin sulfate, kanamycin sulfate, dan netilmicin sulfate.
2)      Golongan Sefalosporin, seperti : cefuroxime acetyl, cefotiam diHCl, cefotaxime Na, cefoperazone Na, ceftriaxone Na, cefazolin Na, cefaclor dan turunan garam monohydrate-nya, cephadrine, dan ceftizoxime Na.
3)      Golongan Chloramfenicol, seperti : chloramfenicol, dan thiamfenicol.
4)      Golongan Makrolid, seperti : clarithomycin, roxirhromycin, erythromycin, spiramycin, dan azithromycin.
5)      Golongan Penicillin, seperti : amoxicillin, turunan tridydrate dan turunan garamnya.
6)      Golongan Kuinolon, seperti : ciprofloxacin dan turunan garam HCl-nya, ofloxacin, sparfloxacin dan norfloxacin.
7)      Golongan Tetracyclin, seperti : doxycycline, tetracyclin dan turunan HCl-nya (tidak boleh untuk wanita hamil), dan oxytetracylin (tidak boleh untuk wanita hamil).
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemberian obat pada ibu hamil adalah:
1)      Keamanan : meski ada obat lain yang efektivitasnya lebih baik, tapi jika keamanannya bagi ibu hamil belum diketahui, lebih baik tidak diberikan.
2)      Dosis : pada awalnya pemberian obat harus dalam dosis rendah. Jika perlu, penambahan dosis diberikan sedikit demi sedikit sampai tercapai efek terapi yang diinginkan.
3)      Durasi pemberian : jika tidak diperlukan sekali, pemberian obat tidak boleh terlalu lama. Sampai akhirnya, pemberian bermacam obat sedapat mungkin dihindari demi keselamatan ibu dan bayinya.
4)      Jenis dan cara kerja obat sebagai bahan pertimbangan sebelum diberikan kepada ibu hamil.

2.4 Studi kasus infeksi pada ibu hamil

Studi terkini menyebutkan bahwa pemakaian antibiotik untuk mengatasi infeksi saluran kemih pada ibu hamil akan meningkatkan risiko anak cacat lahir. Peneliti menemukan fakta cacat lahir itu pada dua jenis antibiotik, yaitu sulfonamide (contoh: Bactrim) dan nitrofurantoins (contoh: Macrobid). Sementara itu, antibiotik penicillins dan erythromycins, yang banyak diresepkan untuk ibu hamil selama ini tergolong aman.
Infeksi merupakan penyebab utama kematian prematur pada bayi. Meskipun terapi profilaksis antibiotik belum terbukti bermanfaat, pemberian obat-obat antibiotik kepada ibu hamil dengan ketuban pecah dini dapat memperlambat kelahiran dan menurunkan insidens infeksi. Penggunaan antibiotik yang diketahui tidak aman itu harus menjadi perhatian para tenaga kesehatan dalam mengambil keputusan untuk menangani infeksi pada ibu hamil.
Infeksi bakteri sangat berbahaya pada ibu hamil dan janinnya. Pemakaian antibiotik perlu lebih diperhatikan, karena studi mengenai pengaruh antibiotik terhadap ibu hamil belum banyak dilakukan.
Dalam investigasinya, peneliti menganalisis enam jenis antibiotik pada 13.000 wanita hamil yang kandungannya terdeteksi cacat dan juga 5.000 wanita hamil yang bebas dari cacat kandungan. Sebanyak 30 persen wanita dalam grup tersebut mengonsumsi antibiotik selama kehamilan, terutama pada trimester pertama. Hasilnya ternyata, sebanyak 14% wanita yang melahirkan anak cacat diketahui menggunakan antibiotik beberapa bulan sebelum kehamilan dan pada trimester pertama.
Antibiotik sulfonamide terkait dengan enam jenis cacat lahir, sedangkan nitrofurantoins terkait pada empat jenis cacat. Dua jenis antibiotik ini berisiko paling banyak menghasilkan cacat lahir dibanding antibiotik lain yang risiko cacat lahirnya hanya 1 jenis. Cacat lahir itu antara lain ketidak normalan jantung yang dikenal dengan (hypoplastic left heart syndrome). Penggunaan sulfonamides akan meningkatkan risiko cacat tersebut hingga 4 kali lipat. Terjadi pada 1 dari 42.000 kelahiran.
Studi ini dimuat dalam Archives of Pediatrics & Adolescent Medicine dan diharapkan menjadi panduan para tenaga kesehatan dan ibu hamil untuk menggunakan antibiotik yang lebih aman.
Ada kalanya, ibu hamil yang mengalami infeksi memerlukan penggunaan antibiotik sebagai pilihan obat. Sebagian antibiotik pada semua fase kehamilan aman dikonsumsi, sebagian lagi dikontraindikasikan pada fase tertentu, dan ada juga yang dikontraindikasikan untuk semua fase kehamilan.

2.5 Menelaah kasus berdasarkan kajian farmakoterapi

Penyakit infeksi merupakan penyakit yang banyak kita temui dimasyarakat kita atau bahkan menimpa kita sendiri. Antiinfeksi atau antibiotik merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan dan paling banyak disalahgunakan juga. Penyakit infeksi adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh agen patogen yang masuk ke dalam tubuh dan memicu perkembangan infeksi.
Agen patogen ini dapat berupa bakteri, virus, jamur (fungi), parasit.
Penyakit infeksi merupakan jenis penyakit yang sangat mudah menyebar dan menular, akibat perpindahan atau pergerakan agen patogen tersebut dari satu individu ke individu lainnya. Penularan infeksi dapat terjadi melalui:
1)      Kontak fisik penderita dengan individu lainnya
2)      Udara yang terkontaminasi agen patogen
3)      Makanan yang terkontaminasi
4)      Cairan tubuh (darah, mukus, urin)
5)      Vektor pembawa agen patogen (lalat, nyamuk, atau binatang lainnya)
Tingkat keparahan penyakit infeksi pada seseorang bervariasi, yang sangat dipengaruhi kondisi kekebalan tubuh (sistem imun) seseorang tersebut. Seseorang yang kontak dengan agen patogen dapat mengalami infeksi atau bebas dari infeksi agen patogen tersebut. Sedangkan pada orang yang telah terinfeksi sebagian akan menunjukan gejala sakit dan dapat berkembang semakin parah dan sebagian lainnya asimptomatik dan kebal terhadap infeksi tersebut. Penyakit infeksi juga merupakan penyebab kematian yang paling banyak terjadi. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional tersebut memicu cepatnya proses perkembangan resistensi antibiotik.
Antiinfeksi dapat berupa antibiotik atau antimikroba, antivirus, antifungi, antiparasit.Antibiotik merupakan agen antiinfeksi yang paling banyak digunakan. Konsep penggunaan antibiotik dapat berupa terapi spesifik, pencegahan (profilaksis) dan terapi empirik:
1)      Terapi Spesifik
Pada terapi ini, antibiotik digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh organisme penginfeksi dimana pilihan antimikroba yang tepat telah diketahui. Antibiotik yang digunakan dalam terapi ini telah teruji, sehingga pemilihannya relatif mudah berdasarkan sensitivitas mikroba dan kondisi pasiennya, disamping faktor lain seperti biaya.
2)      Terapi Empirik
Terapi empirik antibiotik adalah terapi terhadap organisme penginfeksi dan antimikroba  tepatnya belum diketahui, tetapi dapat diprediksi berdasarkan studi sebelumnya. Terapi ini harus dilakukan pada penyakit-penyakit infeksi yang serius dan bersifat life-threatening. Pemilihan antibiotik didasarkan pada pengalaman klinis dengan menggunakan antibiotik tertentu yang diduga akan efektif pada kondisi tersebut.
3)      Terapi Profilaksis
Terapi profilaksis adalah terapi antibiotik yang diberikan dengan tujuan pencegahan infeksi spesifik pada beberapa individu atau infeksi pasca operasi. Dalam terapi profilaksis operasi antibiotik jangka pendek diberikan sebelum terdapat bukti klinis  terjadinya infeksi. Dalam terapi ini perlu dilakukan pertimbangan berikut:


A.    Pertimbangan Pemilihan Antibiotika
Dalam pemilihan antibiotik, maka perlu dilakukan pertimbangan-pertimbangan berikut:
1)      Mengidentifikasi organisme penginfeksi berdasarkan informasi klinis, tropisme jaringan, dan data mikrobiologi.
2)      Kesesuaian antimikroba dan mikroba penginfeksi harus diketahui.
3)      Pemilihan obat juga harus menjamin tercapainya konsentrasi terapeutik pada tempat infeksi.
4)      Spektrum dan cara kerja antibiotik.
5)      Faktor kondisi pasien. Dalam pemilihan antibiotik ini harus diperhatikan juga usia, status imunologi, keberadaan benda asing (pace maker), sejarah reaksi alergi, disfungsi ginjal dan atau hati, adanya penyakit tertentu, kehamilan dan ibu menyusui, serta faktor genetik. Adanya benda asing dalam tubuh seperti alat pacu jantung dan alat-alat lain dapat menurunkan aktivitas antibiotik.

B.     Cara Kerja Antibiotik
Setiap antibiotik dapat memiliki mekanisme kerja yang khas dalam peranannya menghambat/membunuh bakteri patogen. Namun secara umum, berdasarkan cara kerjanya antibiotik dapat digolongkan menjadi:
1)      Antibiotik bakterisida, yaitu antibiotik yang dapat menyebabkan kematian mikroba pada konsentrasi yang dapat dicapai secara klinis. Contoh: beta laktam, glikoprotein, aminoglikosida, kuinolon dan metronidazol.
2)      Antibiotik bakteriostatik, yaitu antibiotik yang menghambat pertumbuhan mikroba pada konsentrasi yang dapat dicapai secara klinis. Contoh: klindamisin, makrolida, sulfonamida, trimetoprim, tetrasiklin dan kloramfenikol.
C.    Durasi Terapi Antibiotik
Untuk mengasilkan efek terapi yang tepat, antibiotik harus diberikan pada rentang waktu yang tepat pula. Panduan umum sehubungan dengan durasi terapi antibiotik adalah sekurang-kurangnya 72 jam pada terapi infeksi akut yang tidak kompleks. Sedangkan pada infeksi kronis seperti endokarditis dan osteomyelitis, terapi memerlukan durasi yang lebih panjang, yaitu berkisar antara 4-6 minggu dengan analisis lanjutan untuk menilai keberhasilan terapi.
D.    Komplikasi Terapi Antibiotika
Komplikasi terapi antibiotika dapat mengakibatkan terjadinya:
1)      Hipersensitivitas, contoh pada penisilin
2)      Toksisitas langsung, contoh aminoglikosida pada konsentrasi tinggi
3)      Superinfeksi, contoh antibiotika spektrum luas atau kombinasi antibiotika

E.     Efektivitas Terapi Antibiotika
Untuk menilai efektivitas terapi antibiotika dapat dilihat/dikaji dari berbagai parameter-parameter klinis berikut:
1)      Derajat demam. Demam merupakan parameter penting untuk menilai respon terapi antibiotika. Karena demam merupakan salah satu gejala adanya infeksi.
2)      Jumlah sel darah putih (neutrofil), jumlah sel darah putih pada tahap awal infeksi akan meningkat secara signifikan.
3)      Data radiografi; effusi kecil, abses, dan ruang yang muncul menandakan adanya pusat infeksi.
4)      Nyeri dan inflamasi; pembengkakan, eritema, permukaan yang empuk/lunak muncul pada infeksi permukaan, sendi dan tulang.
5)      Laju endap darah (LED), peningkatan LED berkaitan dengan infeksi akut maupun kronis, seperti: endokarditis, osteomyelitis, dan infeksi intraabdominal.
6)      Konsentrasi komponen serum, khususnya komponen C3 akan turun pada infeksi yang serius.


F.     Kegagalan Terapi Antibiotika
Kegagalan terapi antibiotika dapat terjadi akibat beberapa faktor berikut:
1)      Salah diagnosa (unsuspected infection)
2)      Regimen obat yang tidak tepat baik dari segi dosis, rute pemberian, frekuensi dan durasinya.
3)      Pemilihan antibiotika yang tidak tepat
4)      Resistensi mikroba
5)      Ekspektasi yang berlebihan; nekrosis jaringan, pengurasan secara operasi, demam virus, artritis, neoplasma, dan reaksi obat
6)      Infeksi oleh dua atau lebih mikroba









3.1 KESIMPULAN

Kemajuan bidang kesehatan diikuti dengan kemunculan obat-obat antibiotik yang baru menambah tantangan untuk mengusai terapi medikamentosa ini. Antibiotik tidak hanya dari satu jenis saja. Beberapa senyawa-senyawa yang berbeda dan berlainan ternyata mempunyai kemampuan dalam membunuh mikroba.
Penisilin merupakan obat-obatan yang paling umum digunakan selama kehamilan. Antibiotik ini dipasarkan dengan beberapa nama seperti cephradine, cefalexin, cefuroxime, cefaclor, dan lain-lain. Obat yang umum digunakan ini mengandung cloxacillin, amxycillin, dan methicillin. Obat-obatan ini dinyatakan aman selama kehamilan.
Berikut beberapa contoh antibiotik yang dinyatakan aman digunakan selama kehamilan:
1)   Amoxicillin
2)   Ampicillin
3)   Clindamycin
4)   Erythromycin
5)   Penicillin
Berdasarkan indeks keamanan obat pada kehamilan menurut United States Food and Drug Administration (US FDA), klasifikasi obat berdasarkan tingkat keamanan penggunaannya selama kehamilan  dibagi dalam lima kategori. Lima kategori tersebut terdiri dari A, B, C, D, dan X, dengan urutan yang paling aman hingga paling berbahaya.



Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. 2007. Departemen Farmakologi Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Disimpulkan oleh: Linda Wati dari buku berjudul Penyakit-Penyakit Pada Kehamilan: Peran Seorang Internis, diterbitkan oleh Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
http://www.mediaindonesia.com/mediahidupsehat/index.php/

























1 comment

Unknown mengatakan...

i like it

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar