Jumat, 17 Mei 2013

FISIOLOGI NIFAS

.




FISIOLOGI NIFAS
     I.          PENGERTIAN NIFAS
Masa nifas (puerperium) secara tradisional didefinisikan sebagai periode 6 minggu segera setelah lahirnya bayi dan mencerminkan periode saat fisiologi ibu, terutama sistem reproduksi, kembali mendekati keadaan sebelum hamil. Pengertian lainnya, puerperium adalah masa sejak persalinan selesai dan berakhir setelah 6 minggu, dimana alat-alat reproduksi berangsur-angsur kembali seperti normal.
   II.        INVOLUSI DAN SUBINVOLUSI UTERUS
Masa nifas berawal segera setelah plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus. Oksitosin yang disekresikan kelenjar hipofisis posterior menginduksi kontraksi miometrium yang intermitten dan kuat, dank arena rongga uterus sudah kosong, maka keseluruhan uterus berkontraksi penuh ke arah bawah dan dinding uterus kembali menyatu berhadapan satu sama lain. Sekitar 1 jam pasca persalinan, miometrium sedikit melemas, tetapi perdarahan aktif dihambat oleh aktivasi mekanisme pembekuan darah, yang selama kehamilan mengalami perubahan besar, untuk menghasilkan respon pembekuan yang cepat. Involusi uterus berlangsung sedemikian cepat sehingga 50% dari massa total jaringan lenyap dalam 1 minggu.
Ukuran sel miometrium berkurang dan uterus kembali hampir ke ukuran prahamilnya, walaupun proporsi jaringan ikat yang ada di uterus secara progresif meningkat seiring dengan jumlah kehamilan. Involusi berlangsung lambat pada wanita yang menjalani SC segmen bawah. Involusi uterus yang berlangsung lambat (sub-involusi) mengindikasikan adanya retensi produk konsepsi dan atau infeksi sekunder, yang biasanya ditandai dengan adanya lochia rubra yang terus-menerus keluar disertai bau menusuk.
Involusi adalah perubahan-perubahan alat genetalia interna dan eksterna yang berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil.



a.       Uterus/Tinggi Fundus Uteri (TFU)
·         Setelah janin lahir, TFU kira-kira setinggi pusat
·         Setelah plasenta lahir, TFU kira-kira 2 jari di bawah pusat
·         Hari ke-5 postpartum, TFU setinggi ½ dari jarak antara simfisis os pubis (SOP) dan pusat
·         Hari ke-12 postpartum, TFU tidak teraba lagi
b.      Berat Uterus
·         1 minggu postpartum : 500 gram
·         2 minggu postpartum : 350 gram
·         6 minggu postpartum : 40-80 gram
c.       Miometrium
Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah plasenta dilahirkan, sehingga pembuluh-pembuluh darah yang berada diantara otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini dapat menghentikan perdarahan.
d.      Cerviks uteri
·         Warna menjadi merah kehitam-hitaman karena penuh dengan pembuluh darah dan konsistensinya lunak
·         Postpartum 2 jam pembukaan 2-3 jari, namun setelah 1 minggu pembukaan tinggal 1 jari
·         Setelah janin lahir, tangan bisa masuk cavum uteri. Oleh karena itu pada kasus retensio plasenta dapat dilakukan manual plasenta.
e.       Endometrium
·         2-3 hari postpartum, lapisan desidua akan mengalami nekrosis kemudian terlepas dan keluar sebagai lochia, sedangkan lapisan bawah decidua mengandung kelenjar-kelenjar endometrium baru
·         Tempat implantasi plasenta mengalami degenerasi untuk kemudian terlepas lengkap dan tidak menimbulkan jaringan parut
f.       Ligamentum dan Diafragma Pelvis
Setelah janin dilahirkan, berangsur-angsur mengerut kembali seperti semula. Kadang ligamentum menjadi kendor sehingga sering menimbulkan keluhan kandungan turun (prolaps uteri). Oleh karena itu dianjurkan untuk melakukan senam nifas.
g.      Luka-luka jalan lahir
Luka episiotomi yang telah dijahit, luka dinding vagina, luka cervikks akan sembuh sempurna selama tidak luas dan tidak ada infeksi primer maupun sekunder.
h.      Saluran kencing
Dinding saluran kencing memperlihatkan pembengkakan (edema) dan memerah (hiperemis). Kadang dapat menimbulkan retensi urine. kandung kencing (vesica urinaria) dalam masa nifas kurang sensitif dan kapasitasnya bertambah, sehingga kandung kencing penuh atau sesudah kencing masih tinggal sisa urine. Sisa urine dan trauma pada dinding kandung kencing pada saat persalinan dapat memudahkan terjadinya infeksi. Dilatasi ureter dan pyelum ginjal akan normal kembali dalam waktu 2 minggu.
  III.       TAHAPAN PERUBAHAN LOKIA MASA NIFAS
Cairan yang pertama kali keluar dari vagina disebut lokia rubra dan terdiri atas darah yang terkumpul di dalam saluran reproduksi dan produk autolitik desidua yang nekrotik dari tempat perlekatan plasenta. Lokia adalah cairan normal masa nifas dan memiliki bau yang khas agak amis, kecuali jika terjadi infeksi. Pengeluaran lokia dalam jumlah besar disertai bau menyengat, demam, dan perasaan malaise merupakan indikasi infeksi intrauterine.
Tahapan perubahan lokia masa nifas :
a.       Hari ke-1 sampai dengan ke-3 post partum : lochia rubra/cruenta, yang terdiri atas darah segar, sisa selaput plasenta, sel-sel decidua, verniks kaseosa, lanugo dan meconium
b.      Hari ke-3 sampai dengan ke-7 post partum : lochia sanguinolenta, berupa darah yang bercampur lendir, warna merah kecoklatan
c.       Hari ke-7 sampai dengan ke-14 post partum : lochia serosa, berupa cairan yang tidak mengandung darah, namun banyak mengandung leukosit, mucus, sel epitel vagina, desidua nekrotik, bakteri non patologis, warna coklat kekuningan
d.      Hari ke-14 sampai dengan 6 minggu post partum : lochia alba, berupa cairan putih yang terdiri dari sebagian besar cairan serosa dan leukosit.
  IV.       PERUBAHAN FISIOLOGIS PADA IBU NIFAS
a.       Perubahan Sistem Pencernaan
Selama persalinan, motilitas lambung berkurang akibat nyeri dan rasa takut. Penurunan tonus sfingter esophagus bawah, penurunan motilitas lambung, dan peningkatan keasaman lambung menyebabkan perlambatan pengosongan lambung. Kondisi ini dapat menyebabkan relaksasi abdomen, peningkatan distensi gas, dan konstipasi segera setelah melahirkan.
        Defekasi pertama biasanya terjadi dalam 2-3 hari pascapersalinan. Namun hal ini dapat dipersulit dengan adanya hemoroid, yang menyebabkan gangguan defekasi. Akibat pengaruh progesteron pada sistem vena, aliran darah mungkin melambat karena pembuluh darah menjadi lebih berkelok-kelok.
        Masalah konstipasi diperparah oleh atonia usus, otot abdomen yang melemah, asupan makanan yang tidak teratur, dan dehidrasi akibat persalinan. Pada hari ke-10, fungsi usus harus sudah kembali normal. Inkontinensia feses mungkin mengisyaratkan kerusakan sfingter anus atau perbaikan yang tidak adekuat.
b.      Perubahan Sistem Perkemihan
Trauma yang dialami oleh vesica urinaria (VU) selama persalinan biasanya menyebabkan edema dan hiperemis vesica urinaria, yang tonus ototnya berkurang selama kehamilan. Perubahan pada vesica urinaria dapat menyebabkan peningkatan risiko infeksi saluran kemih (ISK) pada masa nifas. Trauma pada sfingter VU meningkatkan frekuensi inkontinensia stres, yang ditandai oleh kebocoran urin saat pasien batuk, tertawa, melakukan gerakan mendadak, atau berolahraga.
Nyeri yang berkaitan dengan berkemih mungkin menandakan ISK. Dilatasi ureter, peregangan berlebihan VU, serta instrumentasi atau persalinan dengan operasi, semuanya meningkatkan risiko infeksi. Pada hari ke-10, fungsi VU harus diamati dan dinilai, seharusnya tidak lagi ditemukan tanda inkontinensia spontan.
c.       Perubahan Sistem Musculoskeletal
Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan, setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi, karena ligamen rotundum menjadi kendor.
Stabilisasi secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan. Sebagai akibat putusnya serat-serat elastik kulit dan distensi yang berlangsung lama akibat besarnya uterus pada saat hamil, dinding abdomen masih lunak dan kendur untuk sementara waktu. Pemulihan dibantu dengan latihan.
d.      Perubahan Hormonal
Pada akhir persalinan, sebagian besar hormon steroid yang disintesis plasenta turun drastis seiiring dengan pengeluaran plasenta. Kadar estrogen dan progesteron turun ke tingkat sebelum hamil dalam 72 jam pasca persalinan. Kadar FSH pulih ke konsentrasi prahamil dalam 3 minggu pasca persalinan, tetapi pemulihan sekresi LH memerlukan waktu lebih lama, bergantung pada lama laktasi. Kadar oksitosin dan prolaktin juga bergantung pada kinerja laktasi.
e.       Perubahan Sistem Kardiovaskuler dan Hematologis
Pengeluaran darah saat persalinan, yang secara normal diperkirakan 300-500 cc, dikompensasi secara adekuat oleh peningkatan volume darah yang terjadi selama kehamilan. Eritropoiesis mengalami pengaktifan sebelum dan sesudah persalinan. Diuresis juga semakin mengurangi volume plasma pada hari-hari pertama nifas.
Pada saat hamil terdapat hubungan pendek yang disebut shunt antara sirkulasi ibu dan plasenta. Namun setelah janin lahir, kemudian plasenta lahir, maka sirkulasi ibu dan plasenta akan terputus dan kemudian kondisi ini menyebabkan volume darah ibu relatif akan bertambah banyak sehingga beban jantung juga akan meningkat. Namun secara fisiologis, keadaan ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi yaitu timbulnya hemokonsentrasi (darah lebih kental) sehingga volume darah kembali seperti semula.
Hemokonsentrasi terjadi juga akibat perbedaan jumlah darah yang keluar saat persalinan dengan pemulihan keseimbangan normal air. Hemokonsentrasi menyebabkan hiperkoagulabilitas akibat peningkatan konsentrasi faktor pembekuan. Kadar hemoglobin juga kembali ke kadar normal prahamil dalam 4-6 minggu dan jumlah leukosit turun ke kadar normal dalam seminggu pasca persalinan, namun kemudian turun secara bertahap sampai ke kadar prahamil.
Mobilisasi merupakan hal penting untuk mengoptimalkan aliran balik vena (venous return) untuk menghindari statis di dalam jaringan vaskular sehingga risiko thrombosis vena profunda (deep vein thrombosis, DVT) berkurang. Pada masa nifas cenderung terjadi bradikardi (penurunan denyut jantung) menjadi 60-70 kali per menit. Peningkatan denyut jantung mengindikasikan anemia berat, thrombosis vena, dan infeksi.
f.       Perubahan Sistem Respirasi
Diafragma dapat meningkatkan jarak gerakannya setelah uterus tidak lagi menekannya sehingga ventilasi lobus-lobus basal paru dapat berlangsung penuh. Compliance dinding dada, volume dan kecepatan pernafasan kembali ke normal dalam 1-3 minggu.
   V.        PERUBAHAN PSIKOLOGIS MASA NIFAS
a.       Adaptasi Psikologis Ibu Masa Nifas
·         Fase Taking In
Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama sampai kedua setelah melahirkan. Pada saat ini, fokus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Pengalaman selama proses persalinan sering berulang diceritakannya. Kelelahan membuat ibu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur, seperti mudah tersinggung. Hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif terhadap lingkungannya. Oleh karena itu kondisi ibu perlu dipahami dengan menjaga komunikasi yang baik. Pada fase ini perlu diperhatikan pemberian ekstra makanan untuk proses pemulihannya. Disamping nafsu makan ibu memang meningkat.
·         Fase Taking Hold
Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase taking hold, ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Selain itu perasaannya sangat sensitif sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya kurang hati-hati. Oleh karena itu, ibu memerlukan dukungan karena saat ini merupakan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri.
·         Fase Letting Go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini.
b.      Post Partum Blues
Ada kalanya ibu mengalami perasaan sedih yang berkaitan dengan bayinya. Keadaan ini disebut dengan baby blues, yang disebabkan oleh perubahan perasaan yang dialami ibu saat hamil sehingga sulit menerima kehadiran bayinya. Perubahan perasaan ini merupakan respon alami terhadap rasa lelah yang dirasakan. Gejala-gejala baby blues antara lain menangis, mengalami perubahan perasaan, cemas, kesepian, khawatir mengenai sang bayi, penurunan gairah sex, dan kurang percaya diri terhadap kemampuan menjadi seorang ibu. Jika hal ini terjadi, ibu disarankan untuk melakukan hal-hal berikut ini :
·         Mintalah bantuan suami atau keluarga jika ibu membutuhkan istirahat untuk menghilangkan kelelahan
·         Beritahu suami mengenai apa yang sedang ibu rasakan. Mintalah dukungan dan pertolongannya
·         Buang rasa cemas dan kekhawatiran akan kemampuan merawat bayi
·         Carilah hiburan dan luangkan waktu untuk diri sendiri
c.       Depresi Post Partum
Ada kalanya ibu merasakan kesedihan karena kebebasan, otonomi, interaksi sosial, kemandiriannya berkurang. Hal ini akan mengakibatkan depresi pasca persalinan (depresi post partum). Berikut ini gejala-gejala depresi pasca persalinan :
·         Sulit tidur, bahkan ketika bayi sudah tidur
·         Nafsu makan hilang
·         Perasaan tidak berdaya atau kehilangan control
·         Terlalu cemas atau tidak perhatian sama sekali pada bayi
·         Tidak menyukai atau takut menyentuh bayi
·         Pikiran yang menakutkan mengenai bayi
·         Sedikit atau tidak ada perhatian terhadap penampilan pribadi
·         Gejala fisik seperti banyak wanita sulit bernafas atau perasaan berdebar-debar
Penyakit ini dapat disembuhkan dengan obat-obatan dan konsultasi dengan psikiater. Jika depresi berkepanjangan ibu perlu mendapatkan perawatan di Rumah Sakit. Seorang ibu multipara mudah mengalami/menderita depresi masa nifas. Hal ini disebabkan oleh kesibukannya yang mengurusi anak-anak sebelum kelahiran anaknya ini. Ibu yang tidak mengurusi dirinya sendiri, seorang ibu cepat murung, mudah marah-marah. Hal ini menandakan ibu menderita depresi masa nifas. Dibutuhkan juga dukungan keluarga dengan cara selalu mengunjungi dan menawarkan bantuan dan dorongan kepada ibu.
d.      Psikosis
Ibu yang berisiko tinggi mengalami psikosis adalah ibu yang sebelumnya pernah mengalami depresi atau tekanan jiwa, ibu yang rasa percaya dirinya rendah, ibu yang tidak mendapatkan dukungan, ibu yang bayinya meninggal ataupun mempunyai masalah. Tanda-tanda dan gejalanya adalah tidak bisa tidur, tidak nafsu makan, merasa bahwa ia tidak dapat merawat dirinya sendiri atau bayinya, berfikir untuk mencederai dirinya sendiri atau bayinya, seolah mendengar suara-suara atau tidak dapat berfikir jernih, perilakunya aneh, kehilangan sentuhan atau hubungan dengan kenyataan, adanya halusinasi atau khalayan, menyangkal bahwa bayi yang dilahirkan adalah anaknya. Penatalaksanaan : dirujuk ke seorang ahli yang mampu menangani masalah psikologis. Ia memerlukan pengobatan khusus untuk membantu mengatasi keadaannya dan dukungan untuk ibu sangat diperlukan.

0 comments

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar