Rabu, 08 Mei 2013

MAKALAH PERITONITIS

.



KATA PENGANTAR


Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini membahas tentang “PERITONITIS”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Asuhan Kebidanan IV yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan pembuatan makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan kelancaran dan kemudahan bagi kita semua.

Yogyakarta, Maret 2013
Penulis


PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada perforasi, perdarahan intra abdomen, infeksi, obstruksi dan strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis.
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, ataudari luka tembus abdomen.
Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri (secara inokulasi kecil-kecilan); kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, resistensi yang menurun, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yangmemudahkan terjadinya peritonitis.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan peritonitis.
Peritonitis selain disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen yang berupa inflamasi dan penyulitnya, juga oleh ileus obstruktif, iskemia dan perdarahan. Sebagian kelainan disebabkan oleh cedera langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan.


1.2  Tujuan

1)      Bagi penulis
Dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
2)      Bagi pembaca
Sebagai bahan bacaan dan menambah pengetahuan tentang pelayanan kesehatan yang bermutu dan sesuai dengan standard.

BAB II

ISI


2.1    PENGERTIAN

Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa rongga abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis atau kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi.
Peritonitis merupakan sebuah proses peradangan pada membrane serosa yang melingkupi kavitas abdomen dan organ yang terletak di dalamnya. Peritonitis sering disebabkan oleh infeksi peradangan lingkungan sekitar melalui perforasi usus seperti rupture appendiks atau divertikulum karena awalnya peritonitis merupakan lingkungan yang steril. Selain itu juga dapat diakibatkan oleh materi kimia yang irritan seperti asam lambung dari perforasi ulkus atau empedu dari perforasi kantung empedu atau laserasi hepar. Pada wanita sangat dimungkinkan peritonitis terlokalisasi pada rongga pelvis dari infeksi tuba falopi atau rupturnya kista ovari. Kasus peritonitis akut yang tidak tertangani dapat berakibat fatal.

2.2    ETIOLOGI

Bentuk peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) dan peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena infeksi intra abdomen, tetapi biasanya terjadi pada pasien yang asites terjadi kontaminasi hingga kerongga peritoneal sehingga menjadi translokasi bakteri munuju dinding perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang terjadi penyebaran hematogen jika terjadi bakterimia dan akibat penyakit hati yang kronik. Semakin rendah kadar protein cairan asites, semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis dan abses. Ini terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah antar molekul komponen asites pathogen yang paling sering menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E. Coli 40%, Klebsiella pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas, Proteus dan gram lainnya 20% dan bakteri gram positif yaitu Streptococcus pnemuminae 15%, jenis Streptococcus lain 15%,dan golongan Staphylococcus 3%, selain itu juga terdapat anaerob dan infeksi campur bakteri.
Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ-organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal terutama disebabkan bakteri gram positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas.
 Peritonitis tersier terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah mendapatkan terapi SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat, bukan berasal dari kelainan organ, pada pasien peritonisis tersier biasanya timbul abses atau flagmon dengan atau tanpa fistula. Selain itu juga terdapat peritonitis TB, peritonitis steril atau kimiawi terjadi karena iritasi bahan-bahan kimia, misalnya cairan empedu, barium, dan substansi kimia lain atau proses inflamasi transmural dari organ-organ dalam (Misalnya penyakit Crohn).

2.3    PATOFISIOLOGI

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.

2.4    KLASIFIKASI

Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
A. Peritonitis Bakterial Primer
1.      Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:
Spesifik : misalnya Tuberculosis.
2.      Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis an Tonsilitis.
Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan intra abdomen, imunosupresi dan splenektomi.
Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.
B. Peritonitis Bakterial Akut Sekunder (Supurativa)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakteri anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi.
Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu peritonitis. Kuman dapat berasal dari:
ü  Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum peritoneal.
ü  Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan oleh bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.
ü  Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya appendisitis.
C. Peritonitis tersier, misalnya:
Peritonitis yang disebabkan oleh jamur
Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan. Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, seperti  misalnya empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine.
D. Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis:
a.       Aseptik/steril peritonitis
b.      Granulomatous peritonitis
c.       Hiperlipidemik peritonitis
d.      Talkum peritonitis

2.5    TANDA DAN GEJALA

Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum.
Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pasca transplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dengan paraplegia dan penderita geriatric.

2.6    KOMPLIKASI

1.      Eviserasi Luka (penonjolan keluar organ yang ada dalam rongga abdomen)
2.      Pembentukan abses

2.7    PENATALAKSANAAN MEDIS

1.      Bila peritonitis meluas dan pembedahan dikontraindikasikan karena syok dan kegagalan sirkulasi, maka cairan oral dihindari dan diberikan cairan vena untuk mengganti elektrolit dan kehilangan protein. Biasanya selang usus dimasukkan melalui hidung ke dalam usus untuk mengurangi tekanan dalam usus.
2.      Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase bedah dan perbaikan dapat diupayakan.
3.      Pembedahan mungkin dilakukan untuk mencegah peritonitis, seperti apendiktomi. Bila perforasi tidak dicegah, intervensi pembedahan mayor adalah insisi dan drainase terhadap abses.

2.8    PENGOBATAN

Prinsip umum terapi pada peritonitis adalah :
a)      Penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena.
b)      Terapi antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi nifas.
Karena pemeriksaan-pemeriksaan ini memerlukan waktu, maka pengobatan perlu dimulai tanpa menunggu hasilnya. Dalam hal ini dapat diberikan penicillin dalam dosis tinggi atau antibiotika dengan spectrum luas, seperti ampicillin dan lain-lain.


c)      Terapi analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri.
Antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah. Intubasi usus dan pengisapan membantu dalam menghilangkan distensi abdomen dan meningkatkan fungsi usus. Cairan dalam rongga abdomen dapat menyebabkan tekanan yang membatasi ekspansi paru dan menyebabkan distress pernapasan.
     Terapi oksigen dengan kanula nasal atau masker akan meningkatkan oksigenasi secara adekuat, tetapi kadang-kadang intubasi jalan napas dan bantuan ventilasi diperlukan.
Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki penyebab.
Tindakan pembedahan diarahkan kepada eksisi terutama bila terdapat apendisitis, reseksi dengan atau tanpa anastomosis (usus), memperbaiki pada ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau divertikulitis dan drainase pada abses. Pada peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau penyakit  radang  panggul pada wanita, pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan. Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam antibiotik diberikan bersamaan.
Disamping pengobatan dengan antibiotika, tindakan-tindakan untuk mempertinggi daya tahan badan tetap perlu dilakukan. Perawatan baik sangat penting, makanan yang mengandung zat-zat yang diperlukan hendaknya diberikan dengan cara yang cocok dengan keadaan penderita, dan bila perlu transfusi darah dilakukan.
Pada sellulitis pelvika dan pelvioperitonitis perlu diamati dengan seksama apakah terjadi abses atau tidak. Jika terjadi abses, abses harus dibuka dengan menjaga supaya nanah tidak masuk kedalam rongga peritoneum dan pembuluh darah yang agak besar tidak sampai dilukai.

BAB III

PENUTUP


3.1    KESIMPULAN

Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus visera dalam rongga perut. Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Peritonitis yang terlokalisir hanya dalam rongga pelvis disebut pelvioperitonitis.
Penyebab peritonitis antara lain : penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi, penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual.
Prinsip umum terapi pada peritonitis adalah :
a)      Penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena.
b)      Terapi antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi nifas.
c)      Terapi analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri.
d)     Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki penyebab.

3.2    SARAN

Diharapkan mahasiswa dapat memahami mengenai peritonitis bagian-bagiannya serta dapat mengaplikasikan asuhan yang diberikan. Dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan  oleh karena itu Kami mohon saran yang membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA


Hidayat, A.Aziz Alimul dan Musrifatul Uliyah. 2004. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta; EGC
Santosa, Budi 2005. Panduan diagnosa keperawatan  Nanda. Prima Medika.
Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta
http://www.scribd.com/doc/101947192/Peritonitis Diakses tanggal 27 Maret 2013 Pukul 08.00 WIB
( http://.medicastore.askep_peritonitis//10/Oktober:2007.html) Diakses tanggal 29 Maret 2013 Pukul 17.00 WIB

1 comment

Anonim mengatakan...

lansiaw bengai :e cibay

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar