KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Makalah ini membahas
tentang “GOLONGAN OBAT ANTIBIOTIKA PADA IBU HAMIL” agar mahasiswa dapat
memahaminya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pengampu mata kuliah Askeb II Kebidanan yang telah membimbing kami dalam
penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna,
oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi
perbaikan pembuatan makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan
yang lebih luas kepada pembaca. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan kelancaran dan kemudahan bagi
kita semua.
Yogyakarta, Oktober 2012
Penulis
1.1
Latar Belakang
Sejarah antibiotik dimulai ketika ditemukannya obat antibiotik pertama
oleh Alexander Flemming yaitu Penicillin-G. Flemming berhasil mengisolasi
senyawa tersebut dari Penicillium chrysogenumsyn. P. Notatum. Dengan penemuan antibiotik
ini membuka sejarah baru dalam bidang kesehatan karena dapat meningkatkan angka
kesembuhan yang sangat bermakna. Kemudian terjadilah penggunaan besar-besaran
antibiotik pada saat perang dunia untuk pengobatan berbagai macam penyakit.
Masalah baru muncul ketika mulai dilaporkannya resistensi beberapa mikroba
terhadap antibiotik karena penggunaan antibiotik yang besar-besaran.
Hal ini tidak seharusnya terjadi jika kita sebagai pelaku kesehatan
mengetahui penggunaan antibiotik yang tepat. Kemajuan bidang kesehatan diikuti
dengan kemunculan obat-obat antibiotik yang baru menambah tantangan untuk
mengusai terapi medikamentosa ini. Antibiotik tidak hanya dari satu jenis saja.
Beberapa senyawa-senyawa yang berbeda dan berlainan ternyata mempunyai
kemampuan dalam membunuh mikroba.
Dimulai dengan mengetahui jenis-jenis dari antibiotik dilanjutkan
mengetahui mekanisme dan farmakologi dari obat-obat antibiotik tersebut dan
terakhir dapat mengetahui indikasi yang tepat dari obat antibiotik tersebut.
Semua ini bertujuan akhir untuk mengoptimalkan penggunaan antibiotik yang tepat
dan efektif dalam mengobati sebuah penyakit sekaligus dapat mengurangi tingkat
resistensi.
1.2
Rumusan Masalah
1) Apakah
yang dimaksud dengan antibiotik ?
2) Apa
saja yang termasuk golongan antibiotik ?
3) Apa
saja antibiotik yang aman bagi ibu hamil ?
4) Bagaimana
studi kasus infeksi pada ibu hamil ?
5) Bagaimana
menelaah kasus berdasarkan kajian farmakoterapi ?
1.3 Tujuan Penulisan
1)
Bagi penulis
Dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam
upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
2)
Bagi pembaca
Sebagai bahan bacaan dan menambah pengetahuan
tentang pelayanan kesehatan yang bermutu dan sesuai dengan standard.
Kata antibiotik berasal dari bahasa yunani
yaitu Anti (melawan) dan Biotikos (cocok untuk kehidupan). Istilah ini
diciptakan oleh Selman tahun 1942 untuk menggambarkan semua senyawa yang
diproduksi oleh mikroorganisme yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme
lain. Namun istilah ini kemudian digeser dengan ditemukannya obat antibiotik
sintetis.
Penggunaan istilah antimikroba cenderung
mengarah ke semua jenis mikroba dan termasuk didalamnya adalah antibiotik, anti
jamur, anti parasit, anti protozoa, anti virus, dll. Antibiotik berbeda dengan
istilah disinfectant karena desifektant membunuh kuman dengan cara membuat
lingkungan yang tidak wajar bagi kuman. Sedangkan kerja dariantibiotik adalah
cenderung bersifat Toksisitas Selektif dan dapat membunuh kuman tanpa merugikan
inang.
Prinsip Penggunaan Antibiotik
A. Berdasarkan penyebab infeksi: Dari hasil
pemeriksaan mikrobiologis, pemberian antibiotika tanpa pemeriksaan mikrobiologis
dapat didasarkan pada educate guess.
B. Berdasarkan faktor pasien: Fungsi ginjal dan
hati, riwayat alergi, daya tahan terhadap infeksi, daya tahan terhadap obat,
usia, wanita hamil dan menyusui.
1.
Penisilin
Penisilin diperoleh dari jamur Penicilium chrysogeneum dari bermacam-macam
jenis yang dihasilkan (hanya berbeda mengenai gugusan samping R ) benzil penisilin
ternyata paling aktif. Sefalosforin diperoleh dari jamur cephalorium
acremonium, berasal dari sicilia (1943) penisilin bersifat bakterisid dan
bekerja dengan cara menghambat sintesi dinding sel.
Penisilin terdiri dari:
1. Benzil
Penisilin Dan Fenoksimetil Penisilin
1) Benzil
Penisilin
·
Indikasi: infeksi saluran kemih, otitis media,
sinusitis, bronchitis kronis, salmonelosis invasive, gonore.
·
Kontraindikasi: hipersensitivitas ( alergi ) terhadap
penisilin.
·
Efek samping: reaksi alergi berupa urtikaria, demam,
nyeri sendi, angioudem, leukopoia,
trombositopenia, diare pada pemberian per oral.
2) Fenoksimetil
Penisilin
·
Indikasi: tonsillitis, otitis media, erysipelas, demam
rematik, prpopiliaksis infeksi pneumokokus.
2. Pensilin
Tahan Penisilinase
1) Kloksasilin
·
Indikasi: infeksi karena stapilokokus yang memproduksi
pensilinase.
·
Peringatan: gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous
pada glandular fever, leukemia limfositik kronik, dan AIDS, riwayat infeksi.
·
Interaksi: obat ini berdifusi dengan baik dengan
jaringan dan cairan tubuh. tetapi penetrasi ke dalam cairan otak kurang baik
kecuali jika selaput otak mengalami infeksi.
·
Kontraindikasi: hipersensitivitas ( alergi ) terhadap
penisilin.
·
Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam,
nyeri sendi, angioudem, leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per
oral.
2) Flukoksasilin
·
Indikasi :infeksi
karena stapilokokus yang memproduksi pensilinase.
·
Peringatan :gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous
pada glandular fever, leukemia limfositik kronik, dan AIDS.
·
Interaksi : obat ini berdifusi dengan baik dengan
jaringan dan cairan tubuh. Tapi penetrasi ke dalam cairan otak kurang baik
kecuali jika selaput otak mengalami infeksi.
·
Kontraindikasi : hipersensitivitas ( alergi ) terhadap
penisilin.
·
Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam,
nyeri sendi, angioudem, leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per
oral.
3. Pensilin
Spectrum Luas
1) Ampisilin
Ibu hamil: Kategori B
Ibu menyusui: Kategori A
·
Indikasi: Infeksi saluran kemih, otitis media,
sinusitis, bronchitis kronis, salmonelosis invasive, gonore.
·
Peringatan: Riwayat alergi, gangguan fungsi ginjal,
lesi eritematous pada glandular fever, leukemia limfositik kronik, dan AIDS.
·
Interaksi: Obat ini berdifusi dengan baik dengan
jaringan dan cairan tubuh. Tapi penetrasi kedalam cairan otak kurang baik
kecuali jika selaput otak mengalami infeksi. Absorbsi sebagian besar
dipengaruhi oleh makanan. Pengobatan lebih baik diberikan pada saat lambung
kosong, 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah makan.
·
Kontraindikasi: Hipersensitivitas ( alergi ) terhadap
penisilin.
·
Efek samping: Reaksi alergi berupa urtikaria, demam,
nyeri sendi, angioudem, leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per
oral.
·
Pengaturan dosis Oral: 250-500 mg tiap 6 jam,
diberikan 30 menit sebelum makan. Infeksi saluran kemih: 500 mg tiap 8 jam. Injeksi
intramuskuler, intravena atau infus: 500 mg tiap 4-6 jam. Anak di bawah 10
tahun: setengah dosis dewasa.
·
Sediaan Ampisilin (generik): kapsul 250mg, 500mg;
sirup kering 125mg/5ml, 250mg/5ml; serbuk untuk injeksi 500mg, 1g.
Amcillin: kapsul 250mg, 500mg;
tablet 250mg, 500mg; sirup kering 125mg/5ml, 250mg/5ml; serbuk untuk injeksi
1g, 2g.
Ampi: kapsul 250mg, 500mg; sirup
kering 125mg/5 ml.
2) Amoksisilin
Ibu Hamil : Ketegori B
Ibu Menyusui : Kategori A
·
Indikasi: infeksi saluran kemih, otitis media,
sinusitis, bronchitis kronis, salmonelosis invasive, gonore.
·
Peringatan: gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous
pada glandular fever, leukemia limfositik kronik, dan AIDS.
·
Interaksi: obat ini berdifusi dengan baik dengan
jaringan dan cairan tubuh. Tapi penetrasi ke dalam cairan otak kurang baik kecuali
jika selaput otak mengalami infeksi.
·
Kontraindikasi: hipersensitivitas ( alergi ) terhadap
penisilin.
·
Efek samping: reaksi alergi berupa urtikaria, demam,
nyeri sendi, angioudem, leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per
oral.
·
Pengaturan Dosis:
Dewasa: 1x 500mg tablet tiap 12 jam atau 250mg
tablet tiap 8 jam.
Suspensi: dewasa, untuk yang sulit
menelan, 125mg/5ml atau 250mg/5ml suspensi menggantikan tablet 500mg.
Anak
Kurang dari 3 bulan: 30mg/kg/hr
dibagi tiap 12 jam didasarkan pada komponen amoksisilin. Dianjurkan menggunakan
suspensi 125 mg/5ml
3 bulan atau lebih: didasarkan pada
komponen amoksisilin. Jangan menggunakan tablet 250mg jika berat<40kg.
40kg atau lebih: sesuai dosis dewasa
Amoksisilin dapat diminum dengan
atau tanpa makanan.
Neonatus dan bayi 12 minggu (3
bulan) atau lebih muda: karena fungsi ginjal yang belum optimal mempengaruhi
eliminasi amoksisilin, dosis paling tinggi yang diijinkan adalah 30mg/kg/hr
dibagi tiap 12 jam.
·
Sediaan Amoksisilin
(generik): kaplet 500mg; kapsul 250mg; sirup kering
125mg/5ml, 250mg/5ml; serbuk untuk injeksi 1g.
Amoksan: drops
125mg/1,25 ml; kapsul 250mg, 500mg; sirup kering
125mg/5ml, 250mg/5ml; serbuk untuk injeksi 1g.
Kalmox: kapsul 500mg; sirup kering
125mg/5ml.
4. Penisilin
Anti Pseudomona
1) Tikarsilin
Indikasi : infeksi yang disebabkan oleh pseoudomonas dan proteus.
2) Piperasilin
Indikasi : infeksi yang disebabkan oleh pseoudomonas aerugenosa.
Indikasi : infeksi yang disebabkan oleh pseoudomonas aerugenosa.
3) Sulbenisilin
Indikasi : infeksi yang disebabkan oleh pseoudomonas aerugenosa.
Indikasi : infeksi yang disebabkan oleh pseoudomonas aerugenosa.
2.
Aminoglikosida
Aminoglokosida bersifat bakterisidal dan aktif terhadap bakteri gram
posistif dan gram negative. Gentamisin, Amikasin dan kanamisin juga aktif terhadap pseudomonas aeruginosa.
Streptomisin aktif terhadap mycobacterium tuberculosis dan penggunaannya
sekarang hampir terbatas untuk tuber kalosa.
1) Gentamisin
·
Indikasi : septicemia dan sepsis pada neonatus,
meningitis dan infeksi SSP lainnya. Infeksi bilier, pielonefritis dan prostates
akut, endokarditis, pneumonia nosokomial, terapi tambahan pada miningitis
karena listeria.
·
Kontraindikasi: kehamilan, miastenia gravis.
·
Efek samping: nefrotoksisitas yang biasanya terjadi
pada orang tua atau pasien gangguan fungsi ginjal. Jika terjadi gangguan fungsi
ginjal maka interval pemberian harus diperpanjang.
·
Mekanisme kerja obat: Aminoglikosida bersifat
bakterisidal dan digunakan terutama pada infeksi bakteri gram positif dan
negatif. Aktivitas bakterisid melalui penghambatan sintesis protein bakteri.
·
Pengaturan dosis Gentamisin: Dosis pada pasien infeksi
serius dengan fungsi ginjal normal 3 mg/kg/hari dalam dosis terbagi tiga setiap
8 jam.
Anak-anak 6-7,5 mg/kg/hari (2-2,5
mg/kg setiap 8 jam)
Infant dan neonatus 7,5 mg/kg/hari (2,5 mg/kg
setiap 8 jam)
Neonatus umur < 1 minggu 5 mg/kg hari (2,5 mg setiap 12 jam).
Durasi terapi : biasanya 7-10 hari.
Dosis pada pasien infeksi serius dengan fungsi ginjal normal 3 mg/kg/hari dalam
dosis terbagi tiga setiap 8 jam.
·
Sediaan Gentamisin (generik):cairan injeksi 10 mg/ml;40
mg/ml (K)
Garamycin®: cairan injeksi 20 mg/ml;
40 mg/ml; 60 mg/ml; 80 mg/ml (K)
·
Perhatian: gangguan funsi ginjal, bayi dan usia lanjut
(sesuaikan dosis, awasi fungsi ginjal, pendengaran dan vestibuler dan periksa
kadar plasma), hindari penggunaan jangka panjang. Aminoglikosida dapat menembus
sawar plasenta, sehingga pemberian pada wanita hamil sedapat mungkin dihindari
(Kategori C). Apabila bila menyusui ekresi gentamisin dalam ASI sangat minimal
(Kategori A).
2) Amikasin
Indikasi : infeksi generatif yang
resisten terhadap gentamisin.
3) Kanamisin
Indikasi: infeksi berat kuman gram
negative yang resisten terhadap gentainisin
3.
Makrolida
Eritromisin memiliki spectrum antibakteri yang hampir sama dengan
penisilin, sehingga obat ini digunakan sebagai alternative penisilin. Indikasi
eritremisin mencakup indikasi saluran napas, pertusis, penyakit gionnaire dan
enteritis karena kampilo bakteri.
1) Eritromisin
·
Indikasi:
sebagai alternatif untuk pasien yang alergi penisilin untuk pengobatan
enteritis kampilobakter, pneumonia, penyakit legionaire, sifilis, uretritis non
gonokokus, prostatitis kronik, akne vulgaris, dan profilaksis difteri dan
pertusis.
·
Kontraindikasi:
penyakit hati.
·
Efek samping: Mual, muntah, dan diare.Untuk infeksi
ringan efek samping ini dapat dihindarkan dengan pemberian dosis rendah.
·
Mekanisme kerja obat: Antibiotik golongan makrolida
terikat secara reversible pada sisi P ribosom subunit 50s dari bakteri dan
dapat menghambat RNA-dependent protein synthesis dengan cara merangsang pemutusan
peptidyl t-RNA dari ribosom. Antibiotik ini dapat bersifat bakteriostatik
maupun bakterisid, tergantung faktor konsentrasi obat.
·
Interaksi obat / Makanan : Jika diberikan bersamaan
dengan antasida, konstanta kecepatan eliminasi eritromisin dapat turun, dan
berikan 2 jam sebelum atau sesudah makan. Eritromisin estolat dan etilsuksinat,
dan eritromisin base dalam bentuk tablet lepas lambat tidak dipengaruhi oleh
makanan.
·
Pengaturan dosis: Oral : Dewasa dan Anak di atas 8
tahun, 250-500 mg tiap 6 jam atau 0,5-1 g tiap 12 jam. Anak sampai 2 tahun, 125
mg tiap 6 jam; 2-8 tahun 250 mg tiap 6 jam.
Infus intravena: infeksi berat pada
dewasa dan anak, 50 mg/kg/hari secara infus kontinyu atau dosis terbagi tiap 6
jam; infeksi ringan 25 mg/kg/hari bila pemberian per oral tidak memungkinkan.
·
Sediaan Erybiotic : 250 mg/kapsul; 500 mg/kaplet; 200
mg/5 ml sirop.
Erysanbe : 250 mg/kapsul; 500
mg/kaplet; 200 mg/5 ml sirop kering; 200 mg/tablet kunyah.
Erythrocin : 250 mg/kapsul; 500
mg/kaplet; 250 mg/5 ml sirop; 200 mg/tablet; 100 mg/2,5 ml sirop tetes.
·
Perhatian Kehamilan: eritromisin dapat melewati
plasenta tetapi menghasilkan kadar yang rendah dalam jaringan. Gunakan jika
hanya benar-benar perlu (Kategori B).
Menyusui: eritromisin diekskresikan
melalui ASI. Meskipun demikian, belum ditemukan adanya efek samping pada bayi
(Kategori A).
2) Azitromisin
Indikasi: infeksi saluran napas, otitis media, infeksi klamida daerah genital tanpa kompliasi.
Indikasi: infeksi saluran napas, otitis media, infeksi klamida daerah genital tanpa kompliasi.
3) Klaritromisin
Indikasi : infeksi saluran napas,
infeksi ringan dan sedang pada kulit dan jaringan lunak; terapi tambahan untuk
eradikasi helicobacter pylori pada tukak
4) Spiramisin
4.
Sefalosforin
Sefalosforin merupakan antibiotic betalaktam yang bekerja dengan cara
menghambat sintesis dinding mikroba. Farmakologi sefalosforin mirip dengan
penisilin, ekseresi terutama melalui ginjal dan dapat di hambat probenisid.
Sefalosforin
terbagi atas :
1) Sefadroksil
·
Indikasi: infeksi baktri gram (+) dan (-)
·
Kontra indikasi: hipersensitivitas terahadap
sefalosforin, porfiria
·
Interaksi: sefalosforin aktif terhadap kuman garm (+)
dan (-) tetapi spectrum anti mikroba masing-masng derrivat bervariasi.
·
Efek samping: diare dan colitis yang disebabkan oleh
antibiotic ( penggunaan dosis tinggi) mual dan mumtah rasa tidak enak pada
saluran cerna sakit kepala, Dll
2) Sefrozil
Indikasi : ISPA, eksaserbasi akut
dari bronchitis kronik dan otitis media.
3) Sefotakzim
Indikasi : profilaksis pada pembedahan, epiglotitis karena hemofilus,
meningitis.
4) Sefuroksim
Indikasi : profilaksis tindakan bedah, lebih aktif terhadap H. influenzae
dan N gonorrhoeae.
5) Sefamandol
Indikasi: profilaksis pada Tindakan 1 pembedahan.
5.
Tetrasiklin
Tetrasiklin merupakan antibiotik dengan spectrum luas. Penggunaannya
semakin lama semakin berkurang karena masalah resistansi.
Tetrasiklin
terbagi atas :
1) Tetrasiklin.
·
Indikasi: akne vulgaris, eksaserbasi bronkitis kronis,
klamidia, mikoplasma dan riketsia, efusi pleura karena keganasan atau sirosis.
·
Kontraindikasi: hipersensitivitas terhadap golongan
tetrasiklin.
·
Mekanisme kerja obat: tetrasiklin merupakan
bakteriostatik yang bekerja dengan mempengaruhi sintesis protein pada tingkat
ribosom. Antibiotik ini berikatan secara reversible dengan ribosom subunit 30s
dari bakteri, mencegah terjadinya ikatan aminoacyl transfer RNA dan menghambat
sintesis protein, serta perkembangan sel. Golongan tetracycline mempunyai
aktivitas luas terhadap bakteri gram positif dan negatif.
·
Efek samping: Mual, muntah, diare, eritema (hentikan
pengobatan), sakit kepala dan gangguan penglihatan dapat merupakan petunjuk
peningkatan intrakranial, hepatotoksisitas, pankreatitis dan kolitis.
·
Interaksi obat / makanan: Jika diberikan bersama
antasida, garam besi, maka absorpsi dan kadar serum tetrasiklin turun.
Pengatasan: tetrasiklin diberikan 1 jam sebelum atau 2 jam setelah antasida.
Jika diberikan bersama kontrasepsi
oral maka tetrasiklin mempengaruhi resirkulasi enterohepatik kontrasepsi
steroid, sehingga menurunkan efeknya.
Jika diminum menggunakan susu, maka
tetrasiklin akan membentuk khelat yang sulit diabsorpsi.
·
Pengaturan dosis: Oral : 250 mg tiap 6 jam. Pada
infeksi berat dapat ditingkatkan sampai 500 mg tiap 6-8 jam.
Sifilis primer, sekunder dan laten:
500 mg tiap 6-8 jam selama 15 hari.
Uretritis non gonokokus: 500 mg tiap
6 jam selama 7-14 hari (21 hari bila pengobatan pertama gagal atau bila
kambuh).
Injeksi intra vena: 500 mg tiap 12
jam, maksimum 2 g perhari.
·
Sediaan: Bufacyn : 250 mg/kapsul; 500 mg/kapsul; 125
mg/5 ml sirop.
Conmycin : 250 mg/kapsul; 500
mg/kapsul.
Erlacylin : 30 mg/g salep, 1 % salep
mata.
Hufacyclin : 250 mg/kapsul; 250 mg/5
ml sirop.
Megacycline : 250 mg/tablet.
Sakacyclin : 250 mg/kapsul.
Super Tetra : 250 mg/kapsul lunak.
Tetradex : 250 mg/kapsul; 500
mg/kapsul.
·
Perhatian: Kehamilan: golongan tetrasiklin dapat
melewati plasenta dan ditemukan dalam jaringan fetus. Dapat terjadi efek toksis
pada fetus yang berupa retardasi perkembangan tulang (Kategori D).
Menyusui: tetrasiklin dapat
diekskresikan melalui air susu ibu.
Penggunaan antibiotik golongan
tetrasiklin selama masa pertumbuhan gigi (dari akhir masa kehamilan sampai anak
usia 8 tahun) dapat menyebabkan perubahan warna gigi (kuning, abu-abu, coklat)
yang bersifat permanen.
Antibiotik golongan tetrasiklin
membentuk kompleks kalsium yang stabil pada jaringan pembentuk tulang
2) Demeklosiklin
Hidroklorida
Indikasi: tetrasiklin. Lihat jugas gangguan sekresi hormone antidiuretik
Efek samping lihat tetrasiklin. Fotositivtas lebih sering terjadi pernah dilaporkan terjadinya diabeters indipidus nefrogenik.
Efek samping lihat tetrasiklin. Fotositivtas lebih sering terjadi pernah dilaporkan terjadinya diabeters indipidus nefrogenik.
3) Doksisiklin
Indikasi: tetrasiklin.bruselosis (kombniasi dengan tetrasiklin), sinusitis
kronis , pretatitis kronis, penyakit radang perlvis (bersama metronidazo)
4) Oksitetrasiklin
Dosis: 250-500 mg tiap 6 jam
Dosis: 250-500 mg tiap 6 jam
Oxytetracycline ( generic ) cairan Inj. 50 mg/ vial (K)
Teramycin (Pfizer Indonesia) cairan inj. 50 mg/ vial. Kapsul 250 mg (K).
6.
Anti Jamur
Obat-obat anti jamur juga disebut dengan obat
anti mikotik, dipakai untuk mengobati dua jenis infeksi jamur : infeksi jamur
superficial pada kulit atauselaput lender dan infeksi jamur sistemik pada
paru-paru atau system saraf pusat. Infeksi jamur dapat ringan, seperti pada
tinea pedis (atlete¶s food) atau berat,seperti pada paru-paru atau jamur
seperti candida spp, (ragi), merupakan bagian dari flora normal pada mulut,
kulit, usus halus dan vagina.
Tabel. Pedoman pemilihan Antimikroba
No
|
Infeksi
|
Penyebab
|
Antimikroba
|
1.
|
Uretritis
|
N. Gonorrhoe (bukan penghasil penisilinase)
|
Ampisilin,amoksisilin,
Penisilin, G tetraksilin
|
|
|
N.Gonorrhoe (penghasil penisilinase).
|
Fluorokuinolon, seftriakson.
|
2.
|
Herpes genital
|
Virus Herpes Simpleks
|
Asiklovir
|
3.
|
Sifilis
|
T.pallidum
|
Penisilin G, seftriakson, tetraksilin.
|
4.
|
Sistisis akut
|
E. coli,S. saprophyticus
|
Ampisilin,trimetropim
|
2.3 Pemilihan antibiotik yang aman untuk ibu hamil
Antibiotika banyak digunakan secara luas pada
kehamilan. Karena adanya efek samping yang potensial bagi ibu maupun janinnya,
penggunaan antibiotika seharusnya digunakan jika terdapat indikasi yang jelas.
Prinsip utama pengobatan wanita hamil dengan penyakit adalah dengan memikirkan
pengobatan apakah yang tepat jika wanita tersebut tidak dalam keadaan hamil.
Biasanya terdapat berbagai macam pilihan, dan untuk alasan inilah prinsip yang
kedua adalah mengevaluasi keamanan obat bagi ibu dan janinnya.
Kehamilan akan mempengaruhi pemilihan
antibiotik. Umumnya penisilin dan sefalosporin dianggap sebagai preparat
pilihan pertama pada kehamilan, karena pemberian sebagian besar antibiotik
lainnya berkaitan dengan peningkatan risiko malformasi pada janin. Bagi
beberapa obat antibiotik, seperti eritromisin, risiko tersebut rendah dan
kadang-kadang setiap risiko pada janin harus dipertimbangkan terhadap
keseriusan infeksi pada ibu. Beberapa jenis antibiotika dapat menyebabkan
kelainan pada janin. Hal ini terjadi karena antibiotika yang diberikan kepada
wanita hamil dapat mempengaruhi janin yang dikandungnya melalui plasenta.
Antibiotika yang demikian itu disebut teratogen suatu obat atau zat yang
menyebabkan pertumbuhan janin yang abnormal. Pada manusia, periode terjadinya
teratogenesis adalah mulai hari ke 17 sampai hari ke 54 post konsepsi. Besarnya
reaksi toksik atau kelainan yang ditimbulkan oleh antibiotika dipengaruhi oleh
:
a. Besarnya dosis yang diberikan.
b. Lama dan saat pemberian.
c. Sifat genetik ibu dan janin.
d. Jenis antibiotik.
e. Trimester kehamilan.
Durasi penggunaan obat merupakan faktor
penting untuk diingat. Penggunaan antibiotik dalam jangka waktu lama bisa
menyebabkan kecacatan pada janin dan dalam kasus yang lebih buruk bisa menyebabkan
keguguran. Pasalnya, beberapa jenis antibiotik lebih aman digunakan pada
trimester tertentu.
Untuk keadaan hamil, apalagi masih dalam
trimester ketiga, pemberian antibiotik bisa sangat membahayakan janin, karena
hampir semua antibiotik memberikan efek samping mual, muntah, pusing dan
gangguan sistem pencernaan. Efek-efek samping yang ditimbulkan juga akan
menekan kehamilan. Bahkan ada antibiotik yang bisa menembus sampai ke sistem
kelenjar / cairan, seperti liur, kelenjar getah bening, cairan otak dan ASI.
Jika pada masa menyusui minum antibiotik, maka obat akan merembes di ASI dan
bayi akan minum ASI bercampur obat.
Namun bukan berarti ibu hamil dan menyusui
tidak boleh minum obat antibiotik, harus hati-hati dan perhatikan petunjuk
dokter tentang cara pemakaiannya.
Penisilin merupakan obat-obatan yang paling
umum digunakan selama kehamilan. Antibiotik ini dipasarkan dengan beberapa nama
seperti cephradine, cefalexin, cefuroxime, cefaclor, dan lain-lain. Obat yang
umum digunakan ini mengandung cloxacillin, amxycillin, dan methicillin.
Obat-obatan ini dinyatakan aman selama kehamilan.
Berikut beberapa contoh antibiotik yang dinyatakan aman digunakan
selama kehamilan:
1) Amoxicillin
2) Ampicillin
3) Clindamycin
4) Erythromycin
5) Penicillin
Berdasarkan indeks keamanan obat pada
kehamilan menurut United States Food and Drug Administration (US FDA),
klasifikasi obat berdasarkan tingkat keamanan penggunaannya selama
kehamilan dibagi dalam lima kategori. Lima kategori tersebut terdiri
dari A, B, C, D, dan X, dengan urutan yang paling aman hingga paling berbahaya.
Pada ibu hamil, penggunaan antibiotik dapat
dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
1)
Antibiotik
yang dianggap aman
2) Atibiotik yang harus diberikan secara hati-hati
3) Antibiotik yang merupakan kontraindikasi
1. Antibiotik yang dianggap aman
Kenyataannya amat jarang obat yang termasuk
kategori A, bahkan vitamin pun tergolong kategori B. Beberapa golongan
antibiotik kategori A:
1) Golongan Penisilin dengan ikatan protein
rendah mampu melintasi plasenta dengan mudah dan dianggap aman untuk digunakan
namun beberapa golongan Metiltetrazoletiol harus digunakan lebih hati-hati.
2) Golongan Makrolid tidak menunjukkan efek
samping yang berbahaya untuk janin, tetapi tetap diperhatikan kontraindikasi
pada kehamilan.
3) Golongan Nitrofurantion dan metronidazol juga
dapat dianggap aman.
2. Antibiotik yang harus digunakaan hati-hati
Obat yang termasuk kelompok ini hanya boleh
digunakan dalam kondisi tertentu yang sangat diperlukan. Golongan antibiotik B
diantaranya adalah Fluorokuinolon, Kontrimoksazol, dan Kloramfenikol. Pada
Kloramfenikol sebaiknya tidak digunakan selama kehamilan, kecuali bila obat
lain yang lebih aman tidak bisa digunakan.
3. Antibiotik yang merupakan kontraindikasi
Antibiotik yang termasuk dalam golongan C
adalah Tetrasiklin dan Aminoglikosida. Tetrasiklin bila diberikan pada periode
perkembangan tulang dan gigi (bulan keempat dan kelima gestasi) menimbulkan
yellow dyscoloration yang akan mempengaruhi gigi dan tulang yang sedang
dibentuk. Sedangkan Aminoglikosida harus digunakan secara hati-hati
pada trimester kedua.
Adapun beberapa golongan antibiotic yang
memerlukan perhatian khusus bagi ibu hamil adalah :
1) Golongan Aminoglikosida (biasanya dalam
turunan garam sulfate-nya), seperti amikacin sulfate, tobramycin sulfate,
dibekacin sulfate, gentamycin sulfate, kanamycin sulfate, dan netilmicin
sulfate.
2) Golongan Sefalosporin, seperti : cefuroxime
acetyl, cefotiam diHCl, cefotaxime Na, cefoperazone Na, ceftriaxone Na,
cefazolin Na, cefaclor dan turunan garam monohydrate-nya, cephadrine, dan
ceftizoxime Na.
3) Golongan Chloramfenicol, seperti :
chloramfenicol, dan thiamfenicol.
4) Golongan Makrolid, seperti : clarithomycin,
roxirhromycin, erythromycin, spiramycin, dan azithromycin.
5) Golongan Penicillin, seperti : amoxicillin,
turunan tridydrate dan turunan garamnya.
6) Golongan Kuinolon, seperti : ciprofloxacin dan
turunan garam HCl-nya, ofloxacin, sparfloxacin dan norfloxacin.
7) Golongan Tetracyclin, seperti : doxycycline,
tetracyclin dan turunan HCl-nya (tidak boleh untuk wanita hamil), dan
oxytetracylin (tidak boleh untuk wanita hamil).
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam
pemberian obat pada ibu hamil adalah:
1) Keamanan : meski ada obat lain yang
efektivitasnya lebih baik, tapi jika keamanannya bagi ibu hamil belum
diketahui, lebih baik tidak diberikan.
2) Dosis : pada awalnya pemberian obat harus
dalam dosis rendah. Jika perlu, penambahan dosis diberikan sedikit demi sedikit
sampai tercapai efek terapi yang diinginkan.
3) Durasi pemberian : jika tidak diperlukan
sekali, pemberian obat tidak boleh terlalu lama. Sampai akhirnya, pemberian
bermacam obat sedapat mungkin dihindari demi keselamatan ibu dan bayinya.
4) Jenis dan cara kerja obat sebagai bahan
pertimbangan sebelum diberikan kepada ibu hamil.
Studi terkini menyebutkan bahwa pemakaian
antibiotik untuk mengatasi infeksi saluran kemih pada ibu hamil akan
meningkatkan risiko anak cacat lahir. Peneliti menemukan fakta cacat lahir itu
pada dua jenis antibiotik, yaitu sulfonamide
(contoh: Bactrim) dan nitrofurantoins (contoh: Macrobid). Sementara itu,
antibiotik penicillins dan erythromycins, yang banyak diresepkan untuk ibu
hamil selama ini tergolong aman.
Infeksi merupakan penyebab utama kematian
prematur pada bayi. Meskipun terapi profilaksis antibiotik belum terbukti
bermanfaat, pemberian obat-obat antibiotik kepada ibu hamil dengan ketuban
pecah dini dapat memperlambat kelahiran dan menurunkan insidens infeksi. Penggunaan
antibiotik yang diketahui tidak aman itu harus menjadi perhatian para tenaga
kesehatan dalam mengambil keputusan untuk menangani infeksi pada ibu hamil.
Infeksi bakteri sangat berbahaya pada ibu
hamil dan janinnya. Pemakaian antibiotik perlu lebih diperhatikan, karena studi
mengenai pengaruh antibiotik terhadap ibu hamil belum banyak dilakukan.
Dalam investigasinya, peneliti menganalisis
enam jenis antibiotik pada 13.000 wanita hamil yang kandungannya terdeteksi
cacat dan juga 5.000 wanita hamil yang bebas dari cacat kandungan. Sebanyak 30
persen wanita dalam grup tersebut mengonsumsi antibiotik selama kehamilan, terutama
pada trimester pertama. Hasilnya ternyata, sebanyak 14% wanita yang melahirkan
anak cacat diketahui menggunakan antibiotik beberapa bulan sebelum kehamilan
dan pada trimester pertama.
Antibiotik sulfonamide terkait dengan enam
jenis cacat lahir, sedangkan nitrofurantoins terkait pada empat jenis cacat.
Dua jenis antibiotik ini berisiko paling banyak menghasilkan cacat lahir
dibanding antibiotik lain yang risiko cacat lahirnya hanya 1 jenis. Cacat lahir
itu antara lain ketidak normalan jantung yang dikenal dengan (hypoplastic left
heart syndrome). Penggunaan sulfonamides akan meningkatkan risiko cacat
tersebut hingga 4 kali lipat. Terjadi pada 1 dari 42.000 kelahiran.
Studi ini dimuat dalam Archives of Pediatrics & Adolescent Medicine dan
diharapkan menjadi panduan para tenaga kesehatan dan ibu hamil untuk
menggunakan antibiotik yang lebih aman.
Ada kalanya, ibu hamil yang mengalami infeksi
memerlukan penggunaan antibiotik sebagai pilihan obat. Sebagian antibiotik pada
semua fase kehamilan aman dikonsumsi, sebagian lagi dikontraindikasikan pada
fase tertentu, dan ada juga yang dikontraindikasikan untuk semua fase
kehamilan.
Penyakit infeksi merupakan penyakit yang
banyak kita temui dimasyarakat kita atau bahkan menimpa kita sendiri.
Antiinfeksi atau antibiotik merupakan golongan obat yang paling banyak
digunakan dan paling banyak disalahgunakan juga. Penyakit infeksi adalah suatu
penyakit yang disebabkan oleh agen patogen yang masuk ke dalam tubuh dan memicu
perkembangan infeksi.
Agen patogen ini dapat berupa bakteri, virus,
jamur (fungi), parasit.
Penyakit infeksi merupakan jenis penyakit yang sangat mudah menyebar dan menular, akibat perpindahan atau pergerakan agen patogen tersebut dari satu individu ke individu lainnya. Penularan infeksi dapat terjadi melalui:
Penyakit infeksi merupakan jenis penyakit yang sangat mudah menyebar dan menular, akibat perpindahan atau pergerakan agen patogen tersebut dari satu individu ke individu lainnya. Penularan infeksi dapat terjadi melalui:
1) Kontak fisik penderita dengan individu lainnya
2) Udara yang terkontaminasi agen patogen
3) Makanan yang terkontaminasi
4) Cairan tubuh (darah, mukus, urin)
5) Vektor pembawa agen patogen (lalat, nyamuk,
atau binatang lainnya)
Tingkat keparahan penyakit infeksi pada
seseorang bervariasi, yang sangat dipengaruhi kondisi kekebalan tubuh (sistem
imun) seseorang tersebut. Seseorang yang kontak dengan agen patogen dapat
mengalami infeksi atau bebas dari infeksi agen patogen tersebut. Sedangkan pada
orang yang telah terinfeksi sebagian akan menunjukan gejala sakit dan dapat
berkembang semakin parah dan sebagian lainnya asimptomatik dan kebal terhadap
infeksi tersebut. Penyakit infeksi juga merupakan penyebab kematian yang paling
banyak terjadi. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional tersebut memicu
cepatnya proses perkembangan resistensi antibiotik.
Antiinfeksi dapat berupa antibiotik atau antimikroba,
antivirus, antifungi, antiparasit.Antibiotik merupakan agen antiinfeksi yang
paling banyak digunakan. Konsep penggunaan antibiotik dapat berupa terapi
spesifik, pencegahan (profilaksis) dan terapi empirik:
1) Terapi Spesifik
Pada terapi ini, antibiotik digunakan untuk mengobati penyakit yang
disebabkan oleh organisme penginfeksi dimana pilihan antimikroba yang tepat
telah diketahui. Antibiotik yang digunakan dalam terapi ini telah teruji,
sehingga pemilihannya relatif mudah berdasarkan sensitivitas mikroba dan
kondisi pasiennya, disamping faktor lain seperti biaya.
2) Terapi Empirik
Terapi empirik antibiotik adalah terapi terhadap organisme penginfeksi
dan antimikroba tepatnya belum diketahui, tetapi dapat diprediksi
berdasarkan studi sebelumnya. Terapi ini harus dilakukan pada penyakit-penyakit
infeksi yang serius dan bersifat life-threatening. Pemilihan
antibiotik didasarkan pada pengalaman klinis dengan menggunakan antibiotik
tertentu yang diduga akan efektif pada kondisi tersebut.
3) Terapi Profilaksis
Terapi profilaksis adalah terapi antibiotik yang diberikan dengan
tujuan pencegahan infeksi spesifik pada beberapa individu atau infeksi pasca
operasi. Dalam terapi profilaksis operasi antibiotik jangka pendek diberikan
sebelum terdapat bukti klinis terjadinya infeksi. Dalam terapi ini perlu
dilakukan pertimbangan berikut:
A.
Pertimbangan
Pemilihan Antibiotika
Dalam pemilihan antibiotik, maka perlu
dilakukan pertimbangan-pertimbangan berikut:
1) Mengidentifikasi organisme penginfeksi berdasarkan
informasi klinis, tropisme jaringan, dan data mikrobiologi.
2) Kesesuaian antimikroba dan mikroba penginfeksi
harus diketahui.
3) Pemilihan obat juga harus menjamin tercapainya
konsentrasi terapeutik pada tempat infeksi.
4) Spektrum dan cara kerja antibiotik.
5) Faktor kondisi pasien. Dalam pemilihan
antibiotik ini harus diperhatikan juga usia, status imunologi, keberadaan benda
asing (pace maker), sejarah reaksi alergi, disfungsi ginjal dan atau
hati, adanya penyakit tertentu, kehamilan dan ibu menyusui, serta faktor
genetik. Adanya benda asing dalam tubuh seperti alat pacu jantung dan alat-alat
lain dapat menurunkan aktivitas antibiotik.
B.
Cara Kerja
Antibiotik
Setiap antibiotik dapat memiliki mekanisme kerja
yang khas dalam peranannya menghambat/membunuh bakteri patogen. Namun secara
umum, berdasarkan cara kerjanya antibiotik dapat digolongkan menjadi:
1) Antibiotik bakterisida, yaitu antibiotik yang
dapat menyebabkan kematian mikroba pada konsentrasi yang dapat dicapai secara
klinis. Contoh: beta laktam, glikoprotein, aminoglikosida, kuinolon dan
metronidazol.
2) Antibiotik bakteriostatik, yaitu antibiotik
yang menghambat pertumbuhan mikroba pada konsentrasi yang dapat dicapai secara
klinis. Contoh: klindamisin, makrolida, sulfonamida, trimetoprim, tetrasiklin
dan kloramfenikol.
C.
Durasi Terapi
Antibiotik
Untuk mengasilkan efek terapi yang tepat,
antibiotik harus diberikan pada rentang waktu yang tepat pula. Panduan umum
sehubungan dengan durasi terapi antibiotik adalah sekurang-kurangnya 72 jam
pada terapi infeksi akut yang tidak kompleks. Sedangkan pada infeksi kronis
seperti endokarditis dan osteomyelitis, terapi memerlukan durasi yang lebih
panjang, yaitu berkisar antara 4-6 minggu dengan analisis lanjutan untuk
menilai keberhasilan terapi.
D.
Komplikasi Terapi
Antibiotika
Komplikasi terapi antibiotika dapat
mengakibatkan terjadinya:
1) Hipersensitivitas, contoh pada penisilin
2) Toksisitas langsung, contoh aminoglikosida
pada konsentrasi tinggi
3) Superinfeksi, contoh antibiotika spektrum luas
atau kombinasi antibiotika
E.
Efektivitas Terapi
Antibiotika
Untuk menilai efektivitas terapi antibiotika
dapat dilihat/dikaji dari berbagai parameter-parameter klinis berikut:
1) Derajat demam. Demam merupakan parameter
penting untuk menilai respon terapi antibiotika. Karena demam merupakan salah
satu gejala adanya infeksi.
2) Jumlah sel darah putih (neutrofil), jumlah sel
darah putih pada tahap awal infeksi akan meningkat secara signifikan.
3) Data radiografi; effusi kecil, abses, dan
ruang yang muncul menandakan adanya pusat infeksi.
4) Nyeri dan inflamasi; pembengkakan, eritema,
permukaan yang empuk/lunak muncul pada infeksi permukaan, sendi dan tulang.
5) Laju endap darah (LED), peningkatan LED
berkaitan dengan infeksi akut maupun kronis, seperti: endokarditis,
osteomyelitis, dan infeksi intraabdominal.
6) Konsentrasi komponen serum, khususnya komponen
C3 akan turun pada infeksi yang serius.
F.
Kegagalan Terapi
Antibiotika
Kegagalan terapi antibiotika dapat terjadi
akibat beberapa faktor berikut:
1) Salah diagnosa (unsuspected infection)
2) Regimen obat yang tidak tepat baik dari segi
dosis, rute pemberian, frekuensi dan durasinya.
3) Pemilihan antibiotika yang tidak tepat
4) Resistensi mikroba
5) Ekspektasi yang berlebihan; nekrosis jaringan,
pengurasan secara operasi, demam virus, artritis, neoplasma, dan reaksi obat
6) Infeksi oleh dua atau lebih mikroba
Kemajuan bidang kesehatan diikuti dengan kemunculan obat-obat
antibiotik yang baru menambah tantangan untuk mengusai terapi medikamentosa
ini. Antibiotik tidak hanya dari satu jenis saja. Beberapa senyawa-senyawa yang
berbeda dan berlainan ternyata mempunyai kemampuan dalam membunuh mikroba.
Penisilin merupakan obat-obatan yang paling umum digunakan selama
kehamilan. Antibiotik ini dipasarkan dengan beberapa nama seperti cephradine,
cefalexin, cefuroxime, cefaclor, dan lain-lain. Obat yang umum digunakan ini
mengandung cloxacillin, amxycillin, dan methicillin. Obat-obatan ini dinyatakan
aman selama kehamilan.
Berikut beberapa contoh antibiotik yang dinyatakan aman digunakan
selama kehamilan:
1) Amoxicillin
2) Ampicillin
3) Clindamycin
4) Erythromycin
5) Penicillin
Berdasarkan
indeks keamanan obat pada kehamilan menurut United States Food and Drug
Administration (US FDA), klasifikasi obat berdasarkan tingkat keamanan
penggunaannya selama kehamilan dibagi
dalam lima kategori. Lima kategori tersebut terdiri dari A, B, C, D, dan X,
dengan urutan yang paling aman hingga paling berbahaya.
Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. 2007. Departemen
Farmakologi Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Disimpulkan oleh: Linda Wati dari buku
berjudul Penyakit-Penyakit Pada Kehamilan: Peran Seorang Internis, diterbitkan
oleh Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
http://www.mediaindonesia.com/mediahidupsehat/index.php/
1 comment
i like it
Posting Komentar